Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Harus Awasi Banding Misbakhun

Kompas.com - 22/11/2010, 18:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Komisi Yudisial didesak mengawasi proses banding yang akan diajukan oleh Kejaksaan Agung terkait kasus pemalsuan Letter of Credit Bank Century yang menyeret Komisaris PT Selalang Prima Internasional, M Misbakhun ke penjara.

Komisi Yudisial diharapkan mengawal proses banding yang akan diajukan oleh Kejaksaan Agung untuk memastikan putusan pengadilan tidak mencederai rasa keadilan masyarakat.

Desakan itu disampaikan oleh Masyarakat Pemantau Tindak Pidana korupsi (Mapikor) yang memasukan laporan tentang kasus Misbakhun ke Kantor Komisi Yudisial (KY), Senin (22/11/2010).

Mapikor menilai, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera itu dengan hukuman penjara satu tahun telah mencederai rasa keadilan masyarakat. Putusan itu dinilai oleh Mapikor jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan delapan tahun penjara yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.

Dalam tuntutan itu, Misbakhun dinilai merugikan negara 22,5 juta dolar Amerika Serikat, sekitar Rp 200 miliar. "Kami mendengar kejaksaan akan mengajukan banding. Dan kita minta KY mengawasi ini (proses banding). Kalau tidak ada laporan dari masyarakat, KY akan merasa tenang-tenang saja," ujar Ketua Umum Mapikor Danial F Lolo.

Danial menilai, KY harus berperan lebih aktif dalam mengawasi proses banding untuk memastikan tidak ada intervensi politik dan penegakan hukum sesuai dengan norma-normanya. Bahkan, KY seharusnya membentuk tim yang bertugas khusus mengawal sejak awal proses banding, misal ikut mengawasi pemilihan hakim banding.

Divisi Hukum Mapikor Ebenezer Ginting menilai, hakim memang memiliki diskresi tetapi putusan satu tahun menimbulkan pertanyaan besar dan melukai rasa keadilan masyarakat. Ia membandingkan kasus Misbakhun dengan kasus L/C fiktif Bank BNI 46 Cabang Kebayoran Baru dengan salah satu terpidana Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia Ollah Abdullah Agam.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 September 2004 menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Ollah Abdullah Agam. "Ini kasus untuk membandingkan dua perkara yang identik tetapi putusannya berbeda," ujar Ebenezer.

Ebenezer melanjutkan, putusan hukuman untuk Misbakhun akan lebih melukai rasa keadilan masyarakat jika dibandingkan dengan kasus-kasus dengan terdakwa masyarakat miskin. Ia mencontohkan kasus pencurian jagung yang divonis hukuman percobaan satu bulan, dan kasus pencurian buah asam yang didakwa dengan pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

"Ini sebuah ironi, kejahatan korupsi yang jelas-jelas merugikan rakyat banyak dibiarkan menikmati fasilitas-fasilitas hukum berupa kemudahan-kemudahan, sementara rakyat yang hanya mencuri demi kebutuhan hidup disamakan dengan pelaku kejahatan ekonomi," ujar Ebenezer.

Danial menambahkan, KY harus menyelidiki putusan hakim terkait kasus L/C Bank Century yang melibatkan Misbakhun. Jika dibiarkan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk atas penegakan hukum, dan koruptor lain bisa mengulangi hal serupa untuk menghindari jeratan hukum yang berat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com