Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberian HP Bukan Solusi buat TKI

Kompas.com - 21/11/2010, 08:42 WIB

JEMBER, KOMPAS.com - Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, Muhammad Cholily, menilai pemberian fasilitas telepon genggam kepada TKI bukan solusi tepat untuk mengantisipasi tindakan kekerasan yang dialami TKI.

"Sebagian buruh migran sudah memiliki telepon genggam, namun mereka masih saja mendapat kekerasan dari majikan," katanya di Kabupaten Jember, Minggu (21/11/2010), menanggapi rencana pemerintah memberikan telepon genggam kepada TKI.

Sumiati yang kini tengah dirawat di Arab Saudi karena mengalami kekerasan dari majikannya juga sudah membawa telepon genggam. Namun, begitu bekerja, telepon genggam tersebut disita majikannya dan ia dilarang bekromunikasi dengan siapapun bahkan dengan tetangga dan kawan-kawannya.

Sebelumnya, pemerintah berencana membekali TKI yang berada di luar negeri dengan telepon genggam agar mereka dapat melapor dengan cepat apabila mengalami tindak kekerasan atau terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki. Usulan tersebut disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah rapat kabinet terbatas yang membahas perlindungan TKI di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

Menurut Cholily, kasus kekerasan yang dialami oleh Sumiati, TKI asal Dompu Nusa Tenggara Barat, dan Kikim Komalasari asal Cianjur, Jawa Barat adalah kasus kekerasan yang terjadi kesekian kalinya. Kasus Sumiati dan Kikim, lanjut dia, merupakan bagian dari fenomena "gunung es" di tengah kenyataan bahwa Arab Saudi merupakan salah satu negara penerima TKI terbesar di luar negeri, setelah Malaysia.

"Pemerintah selalu berjanji untuk menyelesaikan kasus kekerasan TKI, namun tiap tahun jumlah TKI yang mengalami kekerasan semakin meningkat," tutur aktivis buruh migran itu.

Ia mengemukakan, kekerasan juga pernah dialami oleh TKI asal Kabupaten Jember bernama Muntik yang meninggal dunia karena disiksa oleh majikannya, namun tindakan konkret pemerintah untuk melindungi TKI dengan menyiapkan sebuah peraturan masih belum jelas.

SBMI mendesak pemerintah Indonesia lebih serius mermperhatikan nasib warganya yang bekerja di luar negeri karena nilai devisa negara yang dihasilkan TKI cukup besar. "TKI adalah pahlawan devisa negara, namun mereka tidak mendapatkan perlindungan optimal dari pemerintah. Hal ini sangat memprihatinkan," tuturnya.

Pemerintah, tegasnya, wajib membuat nota kesepahaman dengan Arab Saudi dan negara lainnya mengenai TKI dengan fokus pemberian perlindungan kepada buruh migran tersebut. "Pemerintah bisa membuat perjanjian bilateral dengan mengakomodasi perjanjian kerja sama multilateral yang sudah ada sebelumnya, sehingga tidak ada lagi kasus kekerasan yang dialami oleh pahlawan devisa itu," tegasnya.

Cholily berharap Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal RI (KJRI) sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia di negara tujuan TKI, harus memaksimalkan perannya dalam melakukan pencatatan dan perlindungan terhadap WNI yang bekerja di luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com