Demikian dikatakan Kepala Bidang Humas Polda Jambi Ajun Komisaris Besar Almansyah, Selasa (9/11), yang dihubungi dari Palembang, Sumatera Selatan. Dia menegaskan, anggota Brimob menjalankan tugas sesuai prosedur tetap untuk menghalau massa dengan tembakan peringatan menggunakan peluru hampa dan peluru karet tanpa peluru tajam.
”Brimob mengeluarkan tembakan peringatan karena warga berbuat anarkis. Warga terlihat membawa panah, katapel, batu, bom molotov, dan mengaliri kawat dengan listrik,” kata Almansyah.
Dalam aksi itu, lanjut dia, warga menghadang kapal dan memaksa naik ke kapal. ”Mereka membakar mesin jangkar dan membuka tangki minyak untuk dibakar dengan bom molotov. Seorang anak buah kapal bernama Doni mengalami luka bakar di kaki kanan,” ujar Almansyah.
Dalam unjuk rasa warga Desa Senyerang akibat sengketa lahan dengan PT Wirakarya Sakti (WKS), Senin lalu, warga memblokade Sungai Pengabuan dengan membentangkan kawat agar kapal tidak bisa lewat. Unjuk rasa itu dampak dari sengketa lahan seluas 7.224 hektar antara warga dan PT WKS sejak tahun 2000. Konflik itu tidak pernah tertuntaskan hingga kini (Kompas, 9/11).
Menurut Almansyah, belum diketahui siapa personel Brimob yang melepaskan tembakan peringatan yang menewaskan Ahmad. ”Polda Jambi menurunkan tim melakukan investigasi terhadap anggota Brimob dan warga untuk mengetahui pelaku penembakan,” ungkapnya.
Polda Jambi juga melakukan otopsi jenazah korban guna bisa mengangkat peluru yang bersarang dalam kepala korban. Polisi pun memberikan santunan kepada keluarga korban.
Sementara itu, Ketua Persatuan Petani Jambi Brontoseno menuturkan, pihaknya berencana melaporkan kasus penembakan yang menewaskan Ahmad itu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Pemerintah Provinsi Jambi, dan Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Menurut Brontoseno, tidak benar jika warga dikatakan menyerang lebih dahulu. Warga tersulut emosinya setelah kapal menerobos blokade.