Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengana Dayak Mualang

Kompas.com - 26/10/2010, 02:46 WIB

Ketertarikan Ngiuk terhadap seni kana sudah mulai sejak ia kecil, saat sering melihat pengana melantunkan bait-bait berisi ajaran hidup.

”Saya sering mendengarkan kana sampai menjelang pagi. Bekana itu bisa semalam suntuk,” katanya.

Menyambangi pengana

Untuk mengumpulkan bahan mengenai seni bertutur kana dari sumber-sumber lisan, setiap pulang libur kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Ngiuk menyambangi para pengana di kampung-kampung. Sejak tahun 1994 sampai 1997, ia hampir tak pernah absen berguru kepada para pengana.

”Saya masuk ke kampung- kampung mencari pengana. Setelah bertemu beberapa pengana, baru saya menulis tradisi kana pada 1997-2000. Studi kasus salah satu jenis kana, Kana Tangi Pungak Taban Tangui (Kana Pungak Terbawa Caping) yang hanya boleh di-kana-kan saat musim menugal (menanam padi di ladang), saya jadikan tugas akhir. Saya bisa lulus ISI tahun 2003 setelah 20 semester kuliah berkat kana,” ceritanya.

Dalam skripsinya, Ngiuk mendokumentasikan syair Kana Tangi Pungak Taban Tangui sebanyak 985 ayat dalam bahasa Mualang yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Ini menjadi dokumen tentang kana terlengkap, setelah Kana Sera yang didokumentasikan Donatus Dunselman.

Ngiuk menemukan empat orang pengana dari komunitas adat Dayak Mualang, yakni almarhum Muri Entubik, almarhum Tanun, almarhum Djeragam, dan Jeriah. Sambil mengumpulkan bahan dan mempelajari tradisi kana, ia belajar melantunkan bait-bait kana itu.

Tanpa disadari, Ngiuk mampu menuturkan bait-bait kana dengan baik. Padahal, seni bertutur itu termasuk sulit. ”Setelah masuk-keluar kampung, baru saya tahu ternyata nenek moyang saya itu pengana ulung. Beberapa orang mengatakannya. Almarhum bapak saya juga cerita.”

Kakek buyut Ngiuk, Macan Ria Ngiuk, adalah pengana ulung tahun 1900-an hingga 1945-an. ”Setiap singgah di suatu kampung, dia selalu bekana tanpa disuruh. Masyarakat datang dan mendengarkannya hingga selesai.”

Dalam acara adat yang mengagendakan bekana, Ngiuk biasa mengisinya. Dari kana utuh satu babak yang membutuhkan waktu semalam suntuk hingga kana penggalan untuk beberapa jam, ia bisa melakukannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com