Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahal Jadi Pejabat Publik

Kompas.com - 18/10/2010, 08:45 WIB

Sebagai hakim konstitusi yang dipilih DPR, Akil mengaku tidak mengeluarkan biaya sepeser pun agar terpilih. Ia juga melobi anggota DPR.

Saat menjadi anggota Komisi III DPR periode 2004-2009, Akil mengaku tidak melakukan pertemuan dengan calon pejabat publik sewaktu menyeleksi pemimpin KPK, Kepala Polri, hakim agung, KY, atau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Namun, ia tidak menampik kemungkinan ada lobi atau pertemuan yang dilakukan anggota DPR lainnya.

”Mereka yang ingin direkrut butuh dukungan DPR sehingga melakukan pendekatan. DPR itu lembaga politis, jadi tidak mungkin dinisbikan dari kepentingan politik,” kata Akil.

Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Alamsyah Saragih, yang juga terpilih melalui perekrutan di DPR, mengaku tidak melakukan lobi dan mengeluarkan uang saat mengikuti proses seleksi. ”Kemungkinan KIP itu institusi baru yang tidak dilihat strategis untuk diperebutkan,” katanya.

Tidak menjamin

Emerson mengingatkan, sebesar apa pun biaya yang dikeluarkan untuk memilih pejabat publik tidak menjamin hasil yang baik. Persoalannya tak cuma anggaran, tetapi juga di tingkat internal panitia seleksi, DPR, dan regulasi.

”Penyakit” yang sering diderita panitia seleksi, jelas Emerson, adalah kebiasaan terlalu kaku membaca aturan, misalnya terkait aturan mengumumkan kepada publik. Ketua Panitia Seleksi KY periode 2010-2015 Harkristuti Harkrisnowo mengakui, anggaran terbesar adalah untuk iklan di media massa. Dari anggaran yang diajukan sekitar Rp 6 miliar, sebanyak Rp 4,2 miliar untuk iklan di media. Ini dilakukan untuk memenuhi UU.

Namun, kata Emerson, aturan itu bisa disiasati. Pengumuman tak harus dilakukan dengan iklan di media massa, tetapi dapat memaksimalkan semua instansi pemerintah dan juga situs resmi yang dimiliki panitia seleksi.

Selain itu, panitia seleksi tidak melakukan assessment terhadap lembaga yang akan ditempati calon pejabat publik itu. Panitia tidak menemukan profil yang tepat untuk kebutuhan lembaga. Mereka hanya berpatokan pada kriteria yang ditentukan UU.

Direktur Indonesia Legal Roundtable Asep Rahmat Fajar mengatakan, pola perekrutan yang dilakukan tidak menjamin terjaringnya calon yang bebas masalah. Tes kepribadian yang diharapkan mampu mengungkap karakter dan kepribadian calon terbukti tidak mampu menguak sisi integritas calon. Integritas, katanya, hanya dapat diketahui melalui pelacakan rekam jejak. Sayangnya, panitia kurang serius menelusuri rekam jejak calon.

Emerson juga menyebutkan tentang ketidakpercayaan pada proses seleksi di DPR. Sudah menjadi rahasia umum, minimnya orang bagus (berkualitas dan berintegritas) dalam proses seleksi pejabat publik (komisi negara) antara lain proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR yang ”menakutkan”.

”Proses di DPR bukan fit and proper test, tetapi kadang jadi fee and property. Sulit jika tidak ada lobi. Orang baik, orang kredibel, jadi tidak akan mau mengikuti proses seleksi yang berujung di DPR. DPR jadi momok,” ujar Emerson.

Namun, perekrutan pejabat publik oleh DPR, menurut Akil, memiliki kelebihan dalam hal transparansi. Hal ini mengingat sidang uji kepatutan dan kelayakan dilakukan terbuka dan diliput media massa. Di sisi lain, DPR juga membuka diri bagi masukan masyarakat atas rekam jejak calon itu. (ANA/WHY/TRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com