JAKARTA, KOMPAS.com — Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat mengakui, praktik calo anggaran melibatkan berbagai pihak, termasuk anggota DPR. Hanya saja, kalangan di daerah mengaku lebih suka melobi langsung kepada anggota DPR karena lebih efektif dalam memperoleh tambahan anggaran.
”Calo anggaran itu ada dan nyata. Mereka beraksi sejak pengalokasian dalam pagu indikatif di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pembahasan bersama DPR dan pemerintah, hingga pelaksanaannya di Kementerian Keuangan,” kata Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Golkar, Selasa (12/10/2010) di Jakarta.
Keterangan Bambang ini dibenarkan Trimedya Panjaitan, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DPR, yang pernah enam bulan duduk di Badan Anggaran DPR. Dia menjelaskan, percaloan juga dapat dilakukan dengan mendekati anggota Badan Anggaran DPR.
Lebih lanjut Bambang menuturkan, para kepala daerah, baik secara langsung maupun lewat orang-orangnya, biasa mulai bergerilya di Kementerian Keuangan agar mendapat alokasi anggaran berdasarkan pagu indikatif dari Bappenas. Mereka terus mengawal alokasi anggaran itu hingga pembahasan di Gedung DPR.
”Suruhan kepala daerah yang bergerilya biasanya pengusaha yang kelak memperoleh proyek dari alokasi anggaran yang mereka kawal,” papar Bambang.
Dalam mengawal alokasi di DPR, para pengusaha ini biasanya tidak langsung mendatangi anggota DPR satu per satu. Mereka cenderung lewat partai politik atau fraksi di DPR.
”Nanti, partai politik atau fraksi yang memerintahkan anggotanya di Badan Anggaran atau panitia kerja DPR untuk bersikap terhadap pos tertentu,” ujar Bambang.
Untuk praktik ini, para pengusaha biasa memberikan fee 10 persen dari nilai anggaran yang dikawal. Biaya untuk fee biasanya diambil dari potensi keuntungan yang akan diraih pengusaha tersebut dari proyek dalam anggaran yang dibela.
Trimedya Panjaitan menuturkan, percaloan dilakukan dengan mendekati anggota Badan Anggaran. ”Bagaimana praktik persisnya, saya kurang tahu karena hanya sebentar di Badan Anggaran,” tutur Trimedya.
Untuk mengurangi percaloan, menurut Trimedya, usulan dari kepala daerah itu sebaiknya resmi disampaikan lewat partai politik yang mengusungnya di pemilu kepala daerah. Selanjutnya, partai akan memperjuangkannya lewat anggotanya di DPR.