JAKARTA, KOMPAS.com — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, penganut Ahmadiyah akan terisolasi dari masyarakat dengan sendirinya jika bersikeras mengakui diri sebagian dari Islam. Pasalnya, penolakan-penolakan warga terhadap Ahmadiyah akan terus berlangsung jika Ahmadiyah tidak segera menempatkan diri sebagai non-Islam.
"Dengan terjadinya kekerasan terhadap Ahmadiyah, dengan sendirinya Ahmadiyah akan terisolasi. Padahal sebelumnya Ahmadiyah itu komunitas yang punya cara-cara berdakwah jauh lebih sistematis," ujar Wakil Sekjen PBNU Enceng Shobirin dalam diskusi mencari solusi Ahmadiyah bersama Gerakan Peduli Pluralisme di kantor PBNU, Kramat Raya, Jakarta, Rabu (6/10/2010).
Menurut Enceng, kekerasan terhadap Ahmadiyah muncul karena pihak Islam mainstream merasa Ahmadiyah sebagai ancaman bagi ajarannya. "Win-win solution-nya di-study-lah beberapa negara agar tahu bagaimana jamaah Ahmadiyah dapat menempatkan diri. Karena umat Islam lain tidak memandang Ahmadiyah sama dalam segi akidah," papar Enceng.
Dalam persoalan Ahmadiyah ini, ada dua hal yang patut diperhatikan. Kata Enceng, yang pertama adalah dasar normatif keislaman yang menilai Ahmadiyah menyimpang dari akidah Islam dan yang kedua adalah segi konstitusi di mana penganut Ahmadiyah sebagai warga negara memiliki hak memeluk keyakinannya.
"Tidak bisa dipertemukan begitu saja. Ini bukan semacam-macam persoalan teologis tapi sosiologis, konteks, politisi. Kalau sudah begitu, sudah melibatkan emosi-emosi," katanya.
Oleh karena itu, PBNU meminta agar Ahmadiyah berbesar hati menerima kenyataan bahwa Islam mainstream tidak mengakui mereka termasuk dalam golongan Islam.
Menurut Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf, Islam internasional tidak mengakui Ahmadiyah sebagai Islam. Di negara asal Ahmadiyah, Pakistan pun demikian. Jemaah Ahmadiyah, kata Slamet, tidak mengaku sebagai Islam, tetapi tetap eksis menjalankan ajarannya.
Dengan demikian, memosisikan Ahmadiyah sebagai bukan Islam kemudian memberikan hak-hak dan perlindungan bagi mereka untuk menjalankan ajarannya yang minoritas tersebut, kata Slamet, merupakan solusi terbaik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.