Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY dan Handuk Kecil

Kompas.com - 06/10/2010, 07:55 WIB

KOMPAS.com — Para wartawan yang akan mengikuti perjalanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Nyonya Ani Yudhoyono ke Belanda diminta sudah tiba di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pukul 11.00 waktu setempat. Pukul 12.10, para wartawan diminta naik ke pesawat kepresidenan yang siap tinggal landas.

Para wartawan duduk di bagian belakang pesawat. Para pramugari Garuda telah mengedarkan handuk kecil basah panas untuk wartawan. Kemudian sejumlah pembantu Presiden dan Ny Ani Yudhoyono menyusul masuk ke pesawat dan duduk di bagian tengah. Para pejabat teras Istana Negara juga masuk ke pesawat.

Setelah handuk kecil panas, pramugari membagikan berbagai macam minuman, jus apel, jeruk, tomat, dan lain-lainnya.

Sepengetahuan wartawan yang telah siap di dalam pesawat ini, Presiden dan para menteri serta pejabat lainnya sedang mengadakan jumpa pers di ruang tunggu VVIP. Untuk menunggu Presiden dan rombongan ini masuk ke pesawat dan tinggal landas, sebagian wartawan tidur. Wartawan lainnya berceloteh atau membuat berita untuk dikirimkan ke kantor masing-masing lewat berbagai alat elektronik.

Sekitar pukul 13.10, belum ada tanda-tanda Presiden dan rombongan inti masuk ke pesawat. Beberapa wartawan yang tidur satu per satu bangun karena gurauan mereka semakin keras. ”Ini jadi berangkat atau tidak, sih,” kata seorang wartawati.

Wartawati lainnya, yang suka bergurau, sempat mengatakan, ”Kalau Presiden jadi berangkat, akan ada berita ’tidak benar, Presiden takut pada tekanan sekelompok kecil di Belanda’. Kalau tidak berangkat, akan muncul berita sebaliknya.” Semakin menggelisahkan Karena terlalu lama menunggu, sebagian wartawan minta disediakan mi instan. Setelah perut terisi, masih ada persoalan lain dalam penantian di dalam pesawat ini, yakni buang air kecil atau besar. ”Pemakaian toilet belum bisa sekarang, tunggu setelah di atas angkasa,” ujar seorang pramugari.

Selanjutnya terjadi kontak antara wartawan di dalam pesawat dan wartawan di ruang tunggu yang tidak ikut perjalanan. ”Kemungkinan tidak jadi berangkat,” ujar wartawan yang berada di ruang tunggu.

Sementara itu, para pembantu Presiden turun dari pesawat dengan membawa tas atau koper kecil bawaan mereka. Mereka melintasi bagian belakang, tempat para wartawan duduk. Mereka tidak mau memberikan jawaban ketika ditanya apakah keberangkatan dibatalkan.

Kemudian para wartawan di ruang tunggu bandara menyampaikan bahwa Presiden membatalkan keberangkatan. Satu per satu wartawan pengikut rombongan mulai turun dari pesawat. Awak televisi berita pun mulai melaporkan berita pembatalan keberangkatan.

Seorang pegawai Istana Negara yang sering mengikuti perjalanan Presiden ke luar negeri sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto mengatakan, ”Waduh baru kali ini terjadi dalam sejarah, perjalanan presiden ke luar negeri batal ketika rombongan sudah siap di bandar udara.”

Seorang pegawai istana lainnya sempat mengumpat, ”Ini batal mungkin karena ada Londo gendeng (Belanda senewen).”

Orang-orang penjaga warung di bagian luar gedung bandara tertawa melihat rombongan berjas hitam tak jadi berangkat. ”Tidak jadi ke Belanda, ya, Pak,” ujar penjaga warung koran.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKB, Effendy Choirie, melalui telepon kepada Kompas mengatakan, ”Kali ini saya memuji keputusan Presiden Yudhoyono.” Menurut dia, apa yang dilakukan orang-orang yang mengaku Republik Maluku Selatan (RMS) itu merupakan bentuk campur tangan urusan dalam negeri orang lain.

Peristiwa tahun 1970 terulang lagi, yakni kunjungan Presiden Soeharto ke Den Haag, awal September. Kunjungan ini tertunda hampir 20 jam karena rumah Duta Besar Indonesia di Den Haag diduduki para pemuda yang mengaku dari kelompok RMS. Ketika itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong HA Sjaichu sempat menyerukan agar kunjungan dibatalkan.

Kunjungan akhirnya berlangsung semalam dalam suasana penjagaan sangat ketat. Kunjungan balasan ke Indonesia oleh Ratu Beatrix berlangsung selama 10 hari, 21 sampai 31 Agustus 1995. (J OSDAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com