Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persekongkolan RI-Malaysia

Kompas.com - 07/09/2010, 09:29 WIB

Kita banyak mengecam Malaysia atas penganiayaan TKI. Padahal, Pemerintah Indonesia lebih kejam terhadap TKI. Malaysia melegalkan perbudakan demi membela kepentingan warga dan bangsanya sendiri.

Sementara berhadapan dengan sistem perbudakan Malaysia, Pemerintah Indonesia justru membuat kebijakan yang mempermudah warganya diperdagangkan dan tidak hadir di saat TKI menghadapi masalah hingga kehilangan nyawa.

Ironis bahwa saat TKI didorong memperbesar devisa, mengumpulkan uang receh negara tetangga dengan risiko kehilangan nyawa, para pejabat justru memperbesar korupsi dan DPR sibuk membangun gedung mewah dengan spa, fitness center, dan kolam renang demi kesenangan sendiri.

Di mata dunia, Indonesia adalah negara paling buruk dalam perlindungan warganya di luar negeri. Sekadar perbandingan, ketika buruh migran Filipina dideportasi dari Malaysia tahun 2002 dan seorang di antaranya dilecehkan secara seksual, Presiden Filipina datang ke Malaysia, menjemput mereka, dan mempersoalkan pelecehan yang menimpa warganya. Tindakan tegas itu memaksa Mahathir meminta maaf secara publik kepada pemerintah dan bangsa Filipina.

Buruh migran Filipina di Malaysia hanya 6 persen, tetapi Filipina mampu memaksa Malaysia membuat memorandum of agreement (MOA). Dengan 85 persen PRT di Malaysia, Indonesia sama sekali tidak mampu memaksa Malaysia membuat nota kesepahaman (MOU) yang tingkatnya lebih rendah daripada MOA.

Malaysia akan terus bertindak sewenang-wenang kepada TKI karena di hadapan Malaysia, Pemerintah Indonesia sudah kehilangan harga diri. Harga diri itu sendiri fokusnya pertama-tama bukan pada sikap atau tindakan bangsa lain, melainkan pada sikap para pemimpin terhadap anak-anak bangsanya sendiri. Kalau pemimpin tidak menganggap satu nyawa warga berharga bagi bangsa, bagaimana mungkin bangsa lain menghargai kita.

Bisa dipahami kalau kemudian ada sekelompok warga Indonesia melakukan aksi melempar kotoran ke kantor Kedutaan Besar Malaysia. Sebab, melempar kotoran di kantor pemerintah dan DPR tiada guna lagi. Bagi mereka, devisa dan gedung mewah lebih berarti daripada harga diri.

Akhir kata, sikap lunak Presiden SBY terhadap Malaysia di tengah memburuknya perlindungan TKI mengisyaratkan adanya persekongkolan antara Indonesia dan Malaysia agar sistem jual beli TKI tetap aman terkendali.

Sekadar mengingatkan, bisnis jual beli TKI adalah bisnis besar sarat keuntungan yang melibatkan demikian banyak pihak, termasuk para anggota DPR dan pejabat tinggi hingga rendahan RI.

*Sri Palupi Direktur Ecosoc; Pernah Meneliti Masalah Buruh Migran Indonesia di Malaysia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com