Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persekongkolan RI-Malaysia

Kompas.com - 07/09/2010, 09:29 WIB

TKI yang mengalami kekerasan di rumah majikan tak punya pilihan. Mereka terpaksa lari dari majikan dan menjadi TKI ilegal atau tetap bertahan dalam kondisi perbudakan. Setiap bulan 1.200-2.550 PRT lari dari majikan akibat kekerasan, gaji tidak dibayar, atau kondisi kerja berat. Dari jumlah tersebut, tidak sampai 10 persen yang ditangani KBRI.

Kebijakan Indonesia

Kebijakan Indonesia tidak kalah kejam dengan Malaysia. Malaysia melegalkan perbudakan, sementara Indonesia membuka peluang perdagangan orang. Sebab, pemerintah lebih banyak menyerahkan perlindungan TKI kepada PJTKI, mulai dari perekrutan, pelatihan, pengurusan dokumen, sampai penyelidikan kematian TKI di luar negeri.

Yang terjadi, catatan International Organization of Migrant menunjukkan, 67 persen korban perdagangan orang direkrut PJTKI resmi.

Kalau kita simak isi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, 93 persen pasal membahas soal bisnis penempatan TKI. Hanya 7 persen pasal yang membahas tentang perlindungan TKI.

Undang-undang juga menciptakan konflik antara Kemennakertrans dan BNP2TKI yang kian memperlemah perlindungan TKI. Bisa dipahami, ketika 513 TKI meninggal di Malaysia pada tahun 2008, Presiden tidak tahu.

Ratusan TKI terancam hukuman mati, pemerintah juga terlambat tahu. Padahal, dari 513 TKI yang meninggal itu, 87 persen adalah TKI berdokumen. Menjadi TKI legal sekalipun tak terjamin keselamatannya.

Kini perlindungan TKI semakin buruk. Serikat Buruh Migran Indonesia mencatat, dalam dua tahun terakhir kasus penganiayaan TKI meningkat 39 persen, kasus kekerasan seksual meningkat 33 persen, kasus kecelakaan kerja meningkat 61 persen, dan kasus TKI sakit meningkat 107 persen.

Data BNP2TKI juga menunjukkan, proporsi TKI berkasus meningkat dari 12,6 persen pada tahun 2009 menjadi 21 persen pada tahun 2010.

Persekongkolan

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com