Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Wong Cilik di Tandu Sudirman

Kompas.com - 17/08/2010, 07:31 WIB

KOMPAS.com - Martono (80) berkisah dengan bangga tentang pertautan pribadinya dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Ketika masih remaja dan sedang bekerja di ladangnya di wilayah Purwosari, Gunung Kidul, tentara-tentara memanggilnya dengan lemparan kerikil. Martono meninggalkan ladang sebelum turut memanggul tandu.

Di perbatasan desa, tentara kembali memanggil pemuda desa lainnya untuk membantu memanggul tandu Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Pada masa Agresi Militer Belanda II, Sudirman memimpin perang gerilya dalam kondisi sakit dengan hanya satu paru-paru berfungsi. Hampir seluruh perjalanan gerilya sepanjang 1.009 kilometer itu, Sudirman ditandu dan sesekali naik dokar yang ditarik manusia. Tak hanya wong cilik yang terlibat menggotong tandu pimpinan tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) itu, anak buah Sudirman, Kapten Cokro Pranoto dan Suparjo Rustam, ikut menarik dokar. Suwondo, dokter pribadinya, membantu mendorong dokar.

Gerilya berlangsung setelah ibu kota perjuangan Yogyakarta diserbu Belanda, 19 Desember 1948-10 Juli 1949. Tanda-tanda rute gerilya itu masih kentara dengan pemasangan papan-papan bertulis Rute Gerilya Jenderal Sudirman yang terpasang hingga pelosok pedesaan.

Melintasi hutan dan wilayah perbukitan, Sudirman mengacaukan mental pasukan Belanda dengan taktik perang gerilya. "Kala itu, Belanda mengklaim Indonesia tidak ada lagi. Tentara gerilya dianggap ekstremis dan gerombolan," ujar Kepala Seksi Pemandu dan Pameran Museum Pusat TNI Angkatan Darat Dharma Wiratama Mayor Riko Sahani, Jumat (13/8).

Bertolak dari rumah dinas di Bintaran, 19 Desember 1948, Sudirman membawa satu kompi pasukan menuju Parangtritis. Rombongan memasuki Gunung Kidul melalui Kecamatan Purwosari, Panggang, hingga Playen.

Di Wonosari, rombongan gerilya disambut pendaratan pasukan Belanda dengan parasut. Rombongan berjalan menuju Wonogiri (Jawa Tengah), Pacitan, dan Ponorogo (Jawa Timur) lewat Semanu. Sudirman sempat membangun markas selama tiga bulan di Nawangan, Pacitan. Konsolidasi digelar untuk merebut kembali ibu kota Yogyakarta dari Belanda.

Dari wilayah gerilya, Sudirman mengonsolidasi serangan umum 1 Maret 1949 merebut Yogyakarta. Serangan umum dipancarkan melalui radio rahasia Angkatan Udara Republik Indonesia di Banaran, Playen, Gunung Kidul.

Peralatan stasiun radio AURI diletakkan di dapur rumah keluarga petani Pawirosetomo. Pembangkit listrik disembunyikan di tungku tanah dan ditutupi kayu bakar. Antenanya direntangkan pada dua batang pohon kelapa.

Siaran radio tersebut ditangkap All India Radio dan dipancarkan ke seluruh dunia hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahu Indonesia masih ada. PBB mendesak Belanda menggelar perundingan meja bundar. Melalui perundingan itu, Belanda mengakui kedaulatan RI.

Ikhlas membantu

Setelah bergerilya tujuh bulan, Sudirman dan rombongannya kembali ke Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Pada masa itu, rakyat pedesaan ikhlas membantu perjuangan dengan membuat dapur umum dan menjamin ketersediaan pangan bagi tentara.

Giyono (71), warga Parangtritis, mengaku pernah menyaksikan Sudirman ditandu. "Kalau dia sedang lewat, masyarakat akan menyambutnya dengan ke luar rumah. Ada sebagian warga yang secara ikhlas memberikan bekal makanan kepada pasukan Sudirman," katanya.

Baginya, Sudirman adalah sosok yang tangguh, tidak kenal menyerah, dan tidak cengeng. Giyono masih ingat kondisi Sudirman saat ditandu. "Sering batuk-batuk. Badannya kurus," katanya. Sudirman memulai karier militer sejak masa penjajahan Jepang tahun 1943 sebagai perwira Peta (Pembela Tanah Air); menjadi Komandan Resimen Purwokerto setelah merdeka. Menjabat Panglima Divisi V Purwokerto, Sudirman merangkap menjadi pimpinan tertinggi Angkatan Laut.

Selanjutnya, ia menjabat Panglima Besar TKR, Panglima Besar TRI, Panglima Besar Angkatan Perang, Panglima Besar Angkatan Perang Mobil, dan Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat. Jenderal Sudirman menempuh pendidikan HIS Taman Siswa, Mulo Wiworo Tomo, HIK Muhammadiyah, dan pernah mengajar di HIS Muhammadiyah Cilacap, 1942.

Tahun 1936, Sudirman menikah dengan Siti Alifah dan memiliki sembilan anak. Lahir 24 Januari 1916, Sudirman wafat 29 Januari 1950 karena sakit paru-paru. Meski telah meninggal, semangatnya sebagai panglima besar tidak mati. Selama masa gerilya, Bapak TNI itu juga menebar bibit kemanunggalan TNI dan rakyat agar kemerdekaan tetap lestari. (ENY/WKM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com