Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Kupu-kupu Bersayap Ungu

Kompas.com - 31/07/2010, 05:48 WIB

Di Jakarta. Anggia sang sekretaris masih saja menunggu kepulangan sang bos dengan hati yang membuncah. Ia tak sabar mengenakan Kardigan ungu yang pernah diberikan oleh Audy di hari Ulang tahunnya yang ke 27.

Di Bekasi. DI rumah kontrakan. Samuel masih memendam hasrat untuk mengajak Anggia sekadar menonton film bersama, atau dinner di sebuah kafe di ujung sudut kota. Sungguh hatinya terpaut dengan Anggia. Ia masih tersenyum setiap kali mengingat Anggia. Dan senyumannya itu selalu memamerkan barisan giginya yang kekuningan. Sekuning kaus kakinya yang tak kunjung di ganti selama 5 tahun. ** Kakek itu melihat cucu kesayangannya ternyata sudah tertidur dengan lelap. Ia menatap wajah cantik nan mungil itu. Mengecup pelan kedua pipinya. Selamat tidur. Bisiknya lembut.

Kakek itu berjalan ke luar rumah. Hari sudah begitu malam. Jam tangan tua di pergelangan kirinya menunjukkan pukul sebelas malam. Tentu bukan jam yang baik untuk para manula berjalan keluar di tengah malam di antara hembusan angin dingin yang menusuk tulang. Namun hatinya terpanggil untuk menjenguk sebuah taman mungil yang dahulu kerap ia datangi saat masih mewujud bocah. Sebuah taman dimana dirinya begitu antusias untuk menyaksikan pertunjukan kupu-kupu saling-silang beterbangan dan mendarat untuk menghisap sari bunga.

Ia menyukai kupu-kupu itu. namun yang paling disukainya adalah kupu-kupu bersayap ungu. Karena kupu-kupu bersayap ungu selalu mengingatkannya akan seseorang yang amat dicintainya. Ah, kemanakah dia? Masihkah dia mengingat kejadian kurang lebih empat puluh lima tahun yang lalu? Saat dirinya memberikan bingkai kaca berisikan ketujuh buah kupu-kupu yang kesemuanya bersayap ungu layaknya semburat cahaya senja yang mulai lindap ditelan malam. Ia tidak tahu. Ia hanya berharap semoga perempuan itu tidak akan pernah melupakannya.

Jauh di suatu tempat. Tampak seorang Nenek yang sedang berdiri. Menatap bingkai kaca. Di dalamnya masih terdapat tujuh buah kupu-kupu bersayap ungu. Ia tersenyum kecil. Pikirannya melambung ke peristiwa empat puluh lima tahun yang lalu. ---- Profil singkat penulis

Deni oktora, Pria kelahiran 8-oktober-1985 silam ini kerap mendekam di dalam kamar seorang diri bila malam minggu tiba hanya untuk membaca karya-karya Seno Gumira Ajidarma, A.S laksana, dan Agus Noor. Sedang giat menulis cerpen karyanya sendiri dan berharap suatu saat karyanya dapat menghiasi pelbagai surat kabar di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com