JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah polemik wacana hak pilih untuk TNI, anggota DPD, AM Fatwa, berpendapat bahwa TNI adalah warga negara yang juga memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lainnya.
Prinsip kesetaraan ini diwujudkan dalam pemilu pertama tahun 1955. Hal ini dia sampaikan dalam diskusi DPD, Rabu (23/6/2010). Namun, Fatwa mengingatkan sejarah bahwa tentara di Indonesia sejak awal kemerdekaan juga sudah berusaha ditarik ke ranah politik untuk digunakan sebagai alat politik.
"Gagasan untuk memberikan hak pilih TNI sebenarnya tidak salah, tetapi harus diperhitungkan dan dipertimbangkan secara masak, kondisi dan dampak, serta persyaratannya," katanya.
Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain kemantapan kondisi profesionalisme dan netralitas dalam TNI serta kepercayaan diri kekuatan politik terutama partai politik sehingga tidak berusaha "menarik-narik" TNI demi sebuah kepentingan. Pasalnya, lanjut Fatwa, indikasi ini masih kentara pada pelaksanaan Pemilu 2004.
"Apakah daerah sudah siap melakukan gagasan tersebut dengan tetap menjaga jati diri bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika? Jika hal tersebut terpenuhi, maka masih diperlukan perubahan atau penyempurnaan berbagai UU yang harus lebih berisi persyaratan-persyaratan bagi TNI atau partai politik untuk mencegah efek yang tidak diinginkan," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.