Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansel Tak Cari Pengganti Bibit-Chandra

Kompas.com - 11/06/2010, 14:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mencari pengganti Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah meski kasus hukum keduanya kembali bergulir.

"Pak Bibit dan Pak Chandra sebagai pimpinan KPK sampai hari ini masih berlaku. Jadi, tidak mungkin kami mencari pengganti," kata Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Patrialis Akbar ketika ditemui di sekretariat Panitia Seleksi di gedung Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Jumat (11/6/2010).

Patrialis menegaskan, Panitia Seleksi tetap pada rencana awal, yaitu mencari satu orang pimpinan KPK, sesuai rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kejaksaan Agung memutuskan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan pengadilan yang membatalkan penghentian penuntutan kasus dugaan pemerasan yang diduga melibatkan Bibit dan Chandra.

Menurut Patrialis, hal itu menunjukkan niat penegak hukum dan pemerintah untuk tidak melimpahkan kasus Bibit dan Chandra ke pengadilan.

"Jadi, tidak ada satu pun alasan untuk kami memberhentikan (Bibit dan Chandra)," kata Patrialis.

Secara terpisah, Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, Bibit dan Chandra tidak lagi menandatangani semua surat yang berisi kebijakan atau keputusan pimpinan komisi itu setelah kasus dugaan pemerasan yang dituduhkan kepada mereka bergulir kembali.

"Pak Bibit dan Pak Chandra tetap melaksanakan tugas, tetapi hal-hal penting yang berkaitan dengan penandatanganan semua surat dilakukan oleh kami berdua, yakni saya dan Pak Haryono," kata Jasin dalam pernyataan resmi di Jakarta.

Jasin menjelaskan bahwa hal itu disepakati oleh keempat unsur pimpinan KPK. Kebijakan itu diambil demi menjaga legalitas setiap keputusan KPK.

Meski tidak menandatangani semua surat, kata dia, Bibit dan Chandra tetap terlibat dalam setiap rapat pimpinan.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan penuntutan kasus hukum pimpinan KPK, Bibit dan Chandra, harus dilanjutkan.

Pengadilan Tinggi menyatakan konstruksi kasus itu sudah tepat, yaitu Bibit dan Chandra diduga memeras, seperti diatur dalam Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sementara Anggodo Widjojo didakwa mencoba memberikan sesuatu kepada pimpinan dan pejabat KPK.

"Konstruksi hukum jelas sehingga tidak ada kekosongan hukum yang mendorong kejaksaan untuk menghentikan kasus dengan alasan sosiologis," kata juru bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro, mengutip putusan majelis hakim.

Setelah putusan itu, sejumlah pihak berpendapat kejaksaan bisa menempuh beberapa upaya hukum, antara lain penyampingan perkara, PK, atau melanjutkan kasus itu ke persidangan.

Akhirnya, Kejaksaan Agung akan mengajukan PK atas keputusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan SKPP kasus Bibit dan Chandra tidak sah.

Jaksa Agung Hendarman Supandji saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (10/6/2010), mengatakan, keputusan itu sudah mendapat persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebelumnya, Hendarman telah menyampaikan pendapat Kejaksaan Agung secara tertulis kepada Presiden Yudhoyono mengenai perkembangan kasus Bibit dan Chandra pada Selasa (8/6/2010) sore.

Hendarman menganggap ada kekhilafan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tentang kasus Bibit dan Chandra.

Meski mempertahankan penghentian penuntutan, Hendarman menganggap sebenarnya kasus itu cukup bukti. Situasi sosiologis menjadi alasan kejaksaan menghentikan kasus itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com