Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Problem Gigantisme Demokrat

Kompas.com - 21/05/2010, 08:20 WIB

Oleh HANTA YUDA AR

KOMPAS.com — Sulit bagi kita untuk tidak mengatakan bahwa faktor utama kemenangan Partai Demokrat pada Pemilu 2009 lebih disebabkan kuatnya daya magnet personalitas Susilo Bambang Yudhoyono ketimbang faktor kinerja pengorganisasian mesin partai.

Padahal, partai yang kelahirannya dibidani SBY ini belum genap berusia delapan tahun, tetapi berhasil meraih prestasi elektoral secara gemilang: menjadi pemenang pemilu legislatif—memperoleh suara 20,8 persen dan 148 kursi DPR— sekaligus memenangi pemilihan presiden dalam satu putaran.

Kemenangan spektakuler ini menjadi berita gembira, sekaligus kabar buruk bagi Partai Demokrat karena akan menjadi "ancaman" bagi masa depan partai. Pasalnya, postur politik elektoral—dukungan suara di pemilu—yang bongsor itu menyebabkan Partai Demokrat mengidap "politik gigantisme", suatu kondisi di mana postur elektoral partai sangat besar dalam waktu cepat, tetapi kondisi organisasi kurang sehat.

Hal itu disebabkan bobot politik elektoral "meraksasa" dalam rentang usia yang relatif pendek, sementara postur kelembagaan—infrastruktur, jaringan, dan sumber daya organisasi—tidak sanggup mengimbanginya.

Efek gigantisme
Seperti halnya manusia yang mengalami gigantisme—kondisi kelebihan pertumbuhan, dengan besar dan tinggi tubuh di atas normal—berisiko menderita berbagai macam penyakit. Politik gigantisme —imbas dari popularitas dan elektabilitas SBY—yang dialami Partai Demokrat, tentu juga mengandung beberapa risiko komplikasi politik secara bervariasi: problem kepemimpinan akibat ketergantungan pada SBY, ancaman faksionalisme (konflik internal), krisis pengakaran partai, serta problem identitas partai.

Problem kepemimpinan partai muncul akibat ketergantungan Partai Demokrat pada nama besar SBY. Hal ini memang menjadi "berkah politik", tetapi sekaligus akan menjadi "bencana". Menjadi berkah karena popularitas SBY berkontribusi "meraksasakan" bobot elektoral partai.

Menjadi bencana karena secara kelembagaan partai jadi sangat bergantung kepada SBY. Jika dilihat dari perspektif institusionalisasi partai, ini jelas tak sehat. Kepemimpinan dan pola pengambilan keputusan terpusat pada "keinginan" SBY sebagai pemilik "veto" di partai. Problem ini akan menjadi kendala terbesar bagi Partai Demokrat untuk bertransformasi menjadi partai modern dan demokratis.

Ketergantungan terhadap sosok dan karisma SBY juga menyimpan potensi konflik dan faksionalisme internal. Posisi SBY sebagai "Bapak" bagi semua "kelompok" dan faksi politik di internal Partai Demokrat menyebabkan elite partai tidak terbiasa menyelesaikan persoalan internal secara mandiri dan terlembaga. Kelemahan penyelesaian secara "adat"—pendekatan politik patron—menyebabkan sumber konflik itu sendiri tidak pernah tuntas. Kondisi seperti ini akan menjadi ancaman serius bagi Partai Demokrat ketika SBY tidak lagi memiliki kekuatan karisma dan kekuasaan.

Kemunculan problem pengakaran partai juga disebabkan faktor utama kemenangan partai lebih disebabkan kuatnya popularitas dan elektabilitas figur SBY ketimbang prestasi pengorganisasian jaringan struktur partai. Hal ini menunjukkan bahwa Partai Demokrat sesungguhnya didukung mayoritas massa mengambang (swing voters) sehingga basis konstituennya sangat cair, dan akar partai di masyarakat amat rapuh. Partai seperti ini akan lebih mudah menjadi partai mengambang dan cepat mengalami degradasi kekuatan elektoral.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com