JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, tidak ada satu kasus pelanggaran pajak pun yang akan dinyatakan kedaluwarsa, termasuk kasus-kasus yang memang sudah terjadi sebelum reformasi birokrasi dilakukan di Kementerian Keuangan pada tahun 2007. Dengan demikian, tidak ada moratorium atas pengungkapan kasus pajak.
"Dari sisi rezim, kami tidak mengenal cut off date (batas waktu) dalam menegakkan hukum dan memberi sanksi kepada pelaku pelanggaran pajak. Tidak ada moratorium meskipun reformasi di Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan dimulai tahun 2007. Apalagi, masa kedaluwarsa pajak saja mencapai sepuluh tahun," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (3/5/2010), saat menyampaikan konferensi pers terkait Upaya Kementerian Keuangan dalam Penanganan Mafia Perpajakan (terkait dengan restitusi pajak).
Hal ini mengindikaskan bahwa Sri Mulyani akan melanjutkan proses hukum dan penertiban di internal Pajak. Hal ini menjadi hal yang terus mendapatkan perhatian publik pascaterungkapnya kasus mafia kasus pajak yang memunculkan profil petugas Pajak muda bernama Gayus Tambunan beberapa waktu lalu.
Sri Mulyani lantas meminta seluruh masyarakat dan juga media massa untuk tidak menggeneralisasi pelanggaran yang diakukan segelintir oknum petugas Ditjen Pajak pada Ditjen Pajak secara keseluruhan sebagai institusi. Masyarakat diminta tidak memvonis 32.000 pegawai Pajak sebagai tersangka.
"Ditjen Pajak mohon dihargai sebagai institusi karena tugasnya sangat berat, antara lain harus mengumpulkan penerimaan pajak hingga Rp 600 triliun dalam setahun. Saya tetap lanjutkan proses penegakan disiplin di Ditjen Pajak. Jika sifatnya sistemik, maka akan kami cari perbaikan aturannya. Sementara jika kasusnya adalah inisiatif pejabatnya pribadi, maka keadilan harus ditegakkan, terutama agar petugas Pajak yang bekerja dengan baik mendapatkan penghargaan," ungkapnya.
Beberapa langkah hukum maupun korektif yang telah dilakukan Kementerian Keuangan adalah tindakan atas 100 wajib pajak yang berada di Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan beberapa lokasi lainnya. Beberapa kasus diduga ada kaitannya dengan kasus pemalsuan dokumen perpajakan, seperti surat setoran pajak (SSP) yang terungkap di Surabaya baru-baru ini. Adapun yang menyangkut pejabat Pajak yang terlibat sudah ditindak atau telah direkomendasikan untuk dijatuhi hukuman.
Tiga kasus yang sudah ditemukan Kementerian Keuangan adalah, pertama, kasus Kelompok Usaha PHS di Sumatera Utara yang dipimpin R terkait pelanggaran restitusi pajak yang diduga menggunakan faktur pajak tidak didasarkan transaksi yang sebenarnya atau fiktif. Nilainya mencapai Rp 300 miliar, saat ini R diduga telah melarikan diri ke luar negeri.
Kedua, seorang konsultan pajak tidak resmi dengan inisial Sol terkait dengan penerbitan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dengan nilai Rp 247 miliar. Ketiga, kasus biro jasa dengan inisial W yang dipimpin oleh TKB terkait dengan penerbitan faktur pajak fiktif dengan nilai Rp 60 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.