JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyetujui penerapan hukuman mati bagi terpidana koruptor dan penyuapan. Undang-undang yang mengatur hukuman mati bagi para terdakwa korupsi sebenarnya sudah ada. Yang belum ada adalah keberanian majelis hakim untuk menerapkan hukuman mati tersebut.
Hal itu disampaikan Patrialis kepada Kompas, saat ditanya sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Senin (5/4/2010) siang ini.
"UU Korupsi-nya sudah mengatur soal itu dan membolehkan. Saya setuju penerapannya itu (hukuman mati). Masak kita harus berdebat terus mengenai hal itu. Sekarang ini tergantung bagaimana majelis hakim menafsirkan dan berani memutuskannya," tandas Patrialis.
Namun, Patrialis tidak menyebutkan secara rinci UU apa yang mengatur pidana mati bagi para koruptor dan pelaku penyuapan. Menurut Patrialis, untuk mengikis korupsi dan penyuapan, pemerintah sebenarnya sudah menerapkan aturan yang dengan cara yang keras agar membuat kapok para pelakunya.
"Kalau sekarang masih terjadi, mungkin harus lebih keras lagi cara penerapan sanksinya," tambah Patrialis. Dikatakan Patrialis, selain sanksi hukum, kesejahteraan pegawai juga harus lebih baik dan memadai lagi.
"Kalau ada orang yang seperti Gayus HP Tambunan lagi (sudah memiliki gaji yang lumayan), tentu dia harus dihajar lagi dengan hukuman yang lebih berat dan keras lagi," lanjut Patrialis.
Tentang pembuktian terbalik, Patrialis mengungkapkan, sebenarnya Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengaturnya. "Buktinya, kan, para pejabat sudah diminta membuktikan sendiri harta kekayaan mereka yang dilaporkan ke KPK. Itu, kan, sebagian dari cara pembuktian terbalik," ujar Patrialis lagi.
Menurut Patrialis, apabila memang diperlukan adanya UU tentang Pembuktian Terbalik atas Harta Kekayaan Para Pejabat Negara, pemerintah siap saja untuk menyiapkannya. "Jika memang sangat dibutuhkan, pemerintah bisa saja membuat rancangan UU-nya," demikian Patrialis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.