Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

20 Tahun F-16, Eksis di Tengah Keterbatasan Anggaran

Kompas.com - 16/01/2010, 03:24 WIB

Tahun ini, genap 20 tahun pengabdian skuadron F-16 yang pertama kali mendarat 12 Desember 1989. Saat itu, kita boleh menepuk dada karena F-16 A/B block 15 OCU ini merupakan pesawat tempur yang termasuk paling disegani dan terbukti andal di berbagai pertempuran.

Usia 20 tahun adalah angka mengundang ambiguitas, apakah kita harus bangga akan kiprahnya atau harus sedih karena ketuaannya?

Fajar mengatakan, perawatan yang sesuai dengan manual serta jam terbanglah yang ”lebih berbicara” tentang usia itu. F-16 Indonesia telah beberapa kali mengalami peningkatan kemampuan, baik dari segi aviasi-elektrik (avionik), radar, maupun persenjataan, seperti Falcon Up dan pengadaan wiring system atau perkabelan.

Menurut ”Redwolf” ini, usia operasional F-16 masih bisa 10-15 tahun lagi. ”Kita usahakan tidak boros, misalnya mendarat hati-hati untuk irit ban, penggantian oli dipaskan setiap 250 jam, dan jam terbang lebih efektif, yaitu operasi dan proficiency (kecakapan) dikombinasikan,” katanya.

Seiring dengan waktu, perjalanan 12 pesawat F-16 Fighting Falcon ini telah melewati berbagai tantangan. Ada dua kecelakaan menyertai sejarahnya. Yang pertama, gagalnya sistem peringatan membuat pesawat jatuh di Tulungagung, 15 Juni 1992. Pada 10 Maret 1997, berbagai faktor yang tidak mendukung, seperti cuaca, antisipasi, dan manusia, mengakibatkan jatuhnya pesawat F-16 yang kedua di ujung Runway 24 Lanud Halim Perdanakusuma dan menewaskan Kapten (Pnb) Dwi Sasongko.

Embargo militer AS pada 1999-2005 juga menjadi tantangan berat. Suku cadang adalah bagian integral dan esensial dari perawatan pesawat tempur. Untuk mengakali hal ini, muncul pinjam-pakai antarsuku cadang F-16 itu sendiri. Konon, para teknisi mencoba membuat sendiri onderdil-onderdil yang sederhana. ”Kalau kesiapan kita sebelum embargo itu bisa 70 persen, setelah embargo maksimal tinggal 40 persen, kadang-kadang cuma 20 persen,” kata Fajar.

Selesainya embargo tidak serta-merta menyelesaikan masalah karena banyak hal yang harus dikejar. Tidak heran, Fajar masih menyebut angka 40 persen sebagai kesiapan skuadron itu. ”Tapi sekarang ini kesiapan minimal,” tukasnya.

Walaupun demikian, keamanan menjadi salah satu isu utama di dalam mekanisme yang tidak bisa menoleransi kesalahan ini. Hal ini di antaranya kerap ditegaskan dalam rapat setiap pagi yang dipimpin oleh Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama Bambang Samoedra.

Selain pesawat, sistem senjata juga menyusut. Dua tahun yang lalu, rudal untuk sasaran di udara AIM 9P4 Sidewinder yang hampir habis masa pakainya dipergunakan dalam latihan, demikian juga rudal untuk sasaran di darat AGM 65 Maverick yang dipakai lima tahun yang lalu. ”Sepuluh tahun ke depan masih bisa, tapi memang perlu ditingkatkan lagi,” ungkapnya.(Edna C Pattisina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com