Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Susun Alasan Penghentian Kasus Chandra

Kompas.com - 29/11/2009, 08:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menyatakan, kejaksaan tidak pernah berniat menunda penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan atas tersangka Chandra M Hamzah.

Saat ini, tim jaksa sedang menyusun formula yang tepat dan kuat sebagai alasan penghentian perkara. ”Sekarang jaksanya sedang bekerja. Kalau nanti sudah siap soal berita acara pendapat untuk menghentikan perkara, lalu disetujui,” kata Marwan, Sabtu (28/11).

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi mengatakan, tim jaksa saat ini sedang bekerja dengan cepat untuk menyelesaikan tugas meneliti berkas perkara dan barang bukti.

Menurut Marwan, jaksa tidak mutlak membutuhkan waktu 14 hari. Namun, waktu penelitian barang bukti dan berkas perkara diperlukan agar alasan penghentian dalam berita acara pendapat cukup kuat dan realistis.

Alasan kuat ini dibutuhkan apabila ada pihak yang ingin mempermasalahkan secara hukum dengan memohon praperadilan atas penghentian perkara. ”Kalau mau dua hari, juga bisa. Kami juga ingin agar cepat selesai. Kemarin itu waktu pelimpahan juga sudah potong kompas, langsung dari penyidik Mabes Polri ke kejaksaan negeri, tidak melalui Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi. Tetapi, jaksa perlu waktu untuk menyusun formula alasan penghentian,” ujar Marwan.

Berkas Bibit

Ditanya soal rencana penyerahan tahap dua untuk tersangka Bibit Samad Rianto, Marwan mengatakan, jika tak ada perubahan akan dilakukan pada hari Senin (30/11).  Berkas perkara Bibit sudah dinyatakan lengkap, tinggal menunggu penyerahan barang bukti dan tersangka.

Pasal 140 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan, penuntutan dapat dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum. Disebutkan juga, apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.

Menurut catatan Kompas, kejaksaan pernah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas tersangka mantan Presiden Soeharto (almarhum). SKPP itu ditandatangani Kepala Kejari Jaksel Iskamto pada 11 Mei 2006. Penghentian perkara Soeharto dalam perkara korupsi dana yayasan yang merugikan negara Rp 1,379 triliun itu dengan alasan kesehatan Soeharto.

Pada Juni 2007, kejaksaan kembali menghentikan penuntutan perkara korupsi. Kali ini dengan tersangka mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung dan pemilik PT Sekawan Cipta Kencana, Njono Soetjipto.

Semula, korupsi diduga terjadi dalam penjualan pabrik gula Rajawali III yang ditengarai merugikan negara Rp 500 miliar. Alasan terbitnya SKPP adalah tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara sehingga tidak dapat diajukan ke pengadilan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com