Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemampuan SBY Mengawal Apresiasi Publik

Kompas.com - 19/10/2009, 07:13 WIB
 
 

SUWARDIMAN

KOMPAS.com - Sisi lebih pemerintahan Yudhoyono sepanjang lima tahun berkuasa adalah kemampuannya membalikkan kondisi dari penurunan apresiasi publik menjadi peningkatan yang terjadi secara drastis hanya satu tahun terakhir masa kekuasaannya.

Popularitas pemerintah sepanjang lima tahun berkuasa sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang mereka hasilkan. Gambaran ini tampak betul jika melihat ekspresi kepuasan publik terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan berkala setiap triwulan, apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah tampak terkait erat dengan fenomena sosial ekonomi yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan pemerintah.

Sepanjang memerintah, fakta menunjukkan bahwa apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial cenderung lebih rendah dibandingkan dengan apresiasi terhadap bidang-bidang lainnya. Relatif lebih rendahnya apresiasi publik ini terjadi pada setiap penetapan kebijakan tidak populer, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak.

Sebagai gambaran, apresiasi publik pada pemerintah tampak merosot tajam pada periode setahun pertama pemerintahan Yudhoyono. Pasalnya, kebijakan menaikkan harga BBM pada bulan Oktober 2005 disambut publik dengan respons negatif. Jika hasil jajak pendapat sebelum kebijakan kenaikan harga menunjukkan 48,1 persen responden yang menyatakan puas atas kinerja pemerintah di bidang ekonomi, tiga bulan berikutnya hanya 32,4 persen yang menyatakan kepuasan mereka.

Kinerja menurun

Fenomena lain menunjukkan, melorotnya apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah terus terjadi selama tiga tahun pertama. Di bidang ekonomi, titik terendah penilaian publik terjadi pada bulan ke-42. Pada saat itu, hanya 27,3 persen yang menyatakan kepuasan mereka.

Bidang perekonomian memang menjadi batu ujian bagi kinerja pemerintahan. Data makro, seperti pertumbuhan ekonomi, apabila di periode tiga bulan terakhir pada tahun 2004 sempat tercatat 6,4 persen, pada bulan-bulan berikutnya melorot ke angka 4,6 persen.

Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada tahun pertama pemerintahan tercatat 36,1 juta jiwa atau 16,6 persen, sempat meningkat menjadi 17,8 persen pada tahun 2006.

Demikian pula kebijakan impor beras terjadi di awal tahun 2006, yang membawa persoalan bagi para petani akibat harga gabah anjlok.

Ketika pemerintah masih berkutat pada persoalan melemahnya kondisi ekonomi, krisis ekonomi global terjadi. Segenap aktivitas perekonomian pun dihadapi bayang-bayang kelesuan. Apa daya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga tahun 2009 hanya mampu mencapai poin 4,2 persen. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (Maret 2009) mencatat, angka pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 9,26 juta jiwa atau 8,14 persen dari total penduduk usia kerja.

Tak pelak, sejumlah target dan janji pemerintahan Yudhoyono, seperti yang ditetapkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009, pada persoalan perekonomian dan kesejahteraan kurang dapat terpenuhi.

Di sisi lain, kecenderungan melemahnya apresiasi publik atas kinerja pemerintah di bidang nonekonomi juga terjadi. Namun, jika penurunan apresiasi publik di bidang ekonomi terjadi semenjak tahun pertama jalannya pemerintahan, di bidang nonekonomi, seperti penegakan hukum, politik, dan keamanan, terjadi setelah dua tahun usia pemerintahan.

Di bidang hukum, penilaian positif publik terhadap pemerintahan SBY secara konsisten disampaikan oleh lebih dari separuh responden selama 18 bulan pertama. Boleh jadi hal demikian dipicu oleh komitmen Yudhoyono di awal pemerintahannya untuk membenahi persoalan hukum di negeri ini.

Pemberantasan korupsi adalah agenda yang mendapat sorotan paling tinggi. Semangat memberantas korupsi di awal pemerintahan langsung diartikulasikan dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Disusul kemudian dengan pembentukan Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lewat Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 yang ditandatangani Presiden Yudhoyono, 2 Mei 2005.

Selama 100 hari pertama pemerintahan, Presiden memberikan izin kepada Polri dan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki dan memeriksa sedikitnya 35 pejabat negara. Selama satu tahun pertama jumlah kasus pada tahap pendakwaan yang selesai ditangani Kejaksaan Agung meningkat dari 586 kasus pada tahun 2004 menjadi 637 kasus pada tahun 2005.

Sayangnya, memasuki tahun ketiga, apresiasi atas kinerja bidang hukum beralih dan terus melorot. Terungkapnya sejumlah skandal aparat hukum yang terlibat korupsi mencoreng citra pemerintah dan boleh jadi merupakan faktor yang menggiring meningkatnya persepsi negatif publik atas kinerja aparat hukum.

Begitulah, gencarnya pemberitaan media soal aparat yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum, tetapi malah terlibat dalam lingkaran korupsi, meredupkan kepercayaan publik pada pemerintah.

Menariknya, redupnya kepercayaan publik terhadap pemerintah terjadi pula di bidang persoalan lain, seperti halnya politik dan keamanan. Sekalipun kondisi politik dan keamanan relatif stabil, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang ini turut melorot.

Tampaknya ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah di bidang perekonomian dan hukum turut memengaruhi kadar kepuasan mereka terhadap kinerja pemerintah secara keseluruhan.

Titik balik

Bagi pemerintah, tidak selamanya keterpurukan dialami. Setahun menjelang berakhirnya periode lima tahun kepemimpinannya, sekonyong-konyong terjadi peningkatan apresiasi publik yang sangat signifikan terhadap kinerja pemerintah.

Lagi-lagi, kebijakan pemerintah tampak memengaruhi apresiasi publik. Di bidang ekonomi, yang sebelumnya menjadi persoalan yang utama penurunan apresiasi malah justru terdongkrak paling signifikan dibandingkan dengan bidang-bidang lain.

Keputusan pemerintah menurunkan harga BBM pada Desember 2008 menjadi titik kunci peningkatan popularitas pemerintahan Yudhoyono. Hasil pengumpulan opini publik pada bulan ke-51 pemerintahan Yudhoyono menunjukkan, hampir 60 persen responden yang menyatakan kepuasan mereka atas kinerja perekonomian. Padahal, dalam survei tiga bulan sebelumnya, kurang dari separuh responden yang menyampaikan apresiasi serupa.

Momentum positif semacam ini terus berlanjut hingga tahun terakhir usia pemerintahannya. Berbagai kebijakan di bidang perekonomian, seperti kebijakan bersifat populis yang mencoba mengangkat keterpurukan ekonomi rakyat miskin, semakin memperkuat citra pemerintah.

Tatkala tahun 2009 perhatian masyarakat tersorot pada pesta demokrasi, Yudhoyono memetik buah kebijakannya. Peningkatan citra Yudhoyono berimbas pada meningkatnya apresiasi publik pada pemerintahan yang dipimpinnya. Apresiasi positif publik mencapai titik tertinggi pada usia pemerintahan di bulan ke-57, Juli 2009. Saat itu proporsi publik yang merasa puas pada kinerja pemerintah rata-rata di atas 70 persen.

Kemampuan membalikkan keadaan, dari keterpurukan penilaian menjadi peningkatan apresiasi publik semacam ini, menjadi kunci keberhasilan pemerintahan Yudhoyono. Sekalipun kondisi aktual bisa jadi tidak selalu sama dengan apa yang dipersepsikan publik, tampaknya pemerintah berhasil memikat hati rakyatnya.

Kondisi semacam ini pula yang membedakan antara penilaian publik terhadap pemerintah saat ini dan sebelumnya.

Ketika era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri berlangsung, sebenarnya fenomena penurunan apresiasi publik terhadap kinerja pemerintah juga berlangsung dari tahun ke tahun. Namun, pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, penurunan apresiasi publik terus-menerus terjadi hingga masa jabatan kepresidenannya diakhiri tanpa adanya titik balik peningkatan.

Presiden Megawati Soekarnoputri pun mengalami nasib sama sekalipun pada bulan-bulan terakhir kepemimpinannya apresiasi publik menunjukkan peningkatan. Hanya saja, peningkatan apresiasi publik yang diraihnya tidak cukup mampu memberikan momentum politik untuk mengangkatnya kembali menjadi presiden.

(LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com