Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Kerahasiaan Negara Makan Biaya Besar

Kompas.com - 30/08/2009, 16:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Penerapan aturan tentang rahasia negara secara konsekuen dan serius, begitu RUU Rahasia Negara disahkan dan diterapkan, dipastikan bakal menyedot alokasi anggaran yang sangat besar, terutama untuk mempersiapkan dan menggerakkan infrastruktur pendukungnya. 

Penerapan secara serampangan dikhawatirkan justru hanya akan memicu penyalahgunaan kewenangan dan pengkriminalan masyarakat. Apalagi dalam kebanyakan pasal RUU itu terkesan ada lebih banyak ancaman hukuman bagi pembocor rahasia negara dari kalangan masyarakat daripada pihak pengelolanya. 

Penilaian itu disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Masyarakat Sipil Global Universitas Indonesia Andi Widjojanto, Minggu (30/8). Menurutnya, jika terus dipaksakan RUU Rahasia Negara hanya akan menjadi bentuk birokratisasi ketimbang untuk melindungi rahasia negara.
 
Akibat ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pengamanan rahasia negara, potensi kebocorannya semakin besar. "Nah, yang ditakutkan kemudian, kebocoran itu ujung-ujungnya berpotensi mengkriminalkan masyarakat termasuk pers," ujar Andi. 

Padahal, keberadaan aturan tentang rahasia negara seharusnya lebih memaksa pemerintah untuk lebih fokus pada upaya melindungi rahasia negara dan bukan untuk mengkriminalkan masyarakat, yang diduga terlibat dalam kebocoran rahasia negara itu. 

Selain itu, Andi juga mengkritik, baik pemerintah sebagai pengusul maupun legislatif sebagai pihak pembahas bersama pemerintah tidak pernah memikirkan atau membayangkan bagaimana cara dan teknik operasional bentuk perlindungan terhadap rahasia negara di abad XXI ini. 

Padahal, berkaca pada kejadian di salah satu negara maju beberapa waktu lalu, identitas petinggi badan intelijen negara itu terungkap hanya lantaran kesalahan sepele, sang istri pejabat itu memasang foto keluarga mereka di salah satu situs jejaring sosial di internet.

Lebih lanjut, Andi memperkirakan, penerapan aturan tentang kerahasiaan negara itu di Indonesia, jika RUU jadi disahkan, akan teramat rumit apalagi mengingat selama ini pemerintah tidak pernah memiliki metode atau mekanisme pencatatan resmi soal apa saja yang dirahasiakan di institusi dan lembaga negara strategis. 

Seharusnya presiden punya catatan tentang apa saja, misalnya, yang dirahasiakan di Departemen Pertahanan atau TNI. Berapa nomor registrasi dan apa nama data, informasi, atau dokumen, yang dirahasiakan itu. Jadi 100 persen rahasia. "Mestinya seperti negara maju, nama dan nomor dokumen rahasia itu diumumkan ke publik," ujar Andi. 

Padahal, ada banyak rahasia negara yang selama ini dibuat dan diterapkan di masing-masing instansi. Lebih lanjut, Andi meyakini, pada akhirnya nanti pemerintah pusat hanya akan menyerahkan penanganan dan pengelolaan rahasia negara kembali ke masing-masing instansi, bahkan ketika RUU tersebut jadi disahkan.
 
Anggaran besar
Sementara itu, dalam siaran persnya di Balai Wartawan Gedung DPR dan MPR Jumat lalu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramowardhani mengingatkan pengesahan dan pemberlakuan RUU Rahasia Negara akan berimplikasi besar pada kebutuhan alokasi anggaran yang sangat besar, terutama terkait upaya perlindungan rahasia negara itu. 

Hasil penelitian Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) tahun 2007 mengungkapkan, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan dana besar hingga 9,9 miliar dollar AS untuk melindungi kerahasiaan negaranya. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com