Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mobokrasi dan Demokrasi yang Cacat

Kompas.com - 10/02/2009, 04:33 WIB
Oleh EEP SAEFULLOH FATAH

Tragedi Medan pekan lalu membuktikan bahwa urusan kita dengan penguatan dan pendewasaan demokrasi memang masih jauh dari selesai. Benar bahwa dihitung dari kejatuhan Soeharto, kita sudah menjalani demokratisasi selama 10 tahun 8 bulan dan 20 hari. Namun, bahaya mobokrasi, yakni kekuasaan yang dikendalikan oleh kerumunan, masih berkeliaran di pojok ruangan.

Demokrasi adalah kekuasaan yang dikendalikan barisan, bukan kerumunan. Barisan dibentuk oleh orang atau kelompok yang memainkan peran masing-masing secara dewasa dalam jalin kelindan interaksi antara hak dan kewajiban. Di dalam barisan, setiap pihak berperan secara beradab.

Sementara itu, kerumunan adalah himpunan massa. Dalam kerumunan, setiap orang atau kelompok merasa kuat karena beraksi secara kolektif. Berlindung di balik kolektivitas ini, setiap anasir kerumunan merasa gagah menuntut hak-haknya sambil membunuhi hak-hak orang lain.

Demokrasi adalah arena bagi warga negara, bukan massa. Warga negara adalah tiap orang yang memenuhi lima kualifikasi. Pertama, tahu dan pandai menjaga hak-haknya. Kedua, tahu hak-hak orang lain dan pandai menunaikan kewajibannya atas hak-hak itu. Ketiga, bertumpu pada diri sendiri, bukan menyandarkan diri pada orang lain, termasuk pada pemimpin sekalipun. Keempat, aktif dan menjemput, bukan pasif menunggu. Kelima, melawan secara dewasa dan beradab setiap pencederaan hak-haknya.

Massa adalah kumpulan liar yang tak pandai mengelola diri. Mereka menghindari kompetisi sehat dan lebih senang ”tawuran” di tengah ketidakpastian aturan main. Massa memanjakan sikap kanak-kanaknya dengan mengambil kesempatan di tengah kekacauan atau anarki, sambil berusaha menghindari tanggung jawab sosial, politik, dan hukum atas tindakan yang mereka kerjakan.

Mobokrasi

Kerumunan massa bukanlah penopang demokrasi. Alih-alih, jika dibiarkan tak terkendali, mereka membangun mobokrasi. Inilah yang kita temukan di seputar tragedi Medan yang memilukan itu. Seorang pemimpin lembaga legislatif lokal terbunuh di tengah kemarahan massa.

Ya, kemarahan. Inilah satu kata kuncinya. Jika Anda seorang warga negara, Anda tak meluapkan ”kemarahan”, melainkan mengagendakan ”perlawanan”.

Sekalipun menargetkan pencapaian tujuan-tujuan mulia— misalnya, menuntut pemekaran wilayah untuk lebih menyejahterakan masyarakat daerah itu—massa yang marah terjebak menggunakan cara-cara yang jauh dari kemuliaan.

Mobokrasi pun merupakan pengkhianatan atas—bukan pengekspresian—demokrasi. Sebab, ia berkhianat pada karakter asasi demokrasi. ”Yang membuat demokrasi unik,” tulis William Riker (1982), ”adalah berpadunya tujuan dan cara. Bukan hanya tujuan yang harus baik, tetapi juga cara untuk mencapainya.” Dalam karya klasiknya, Political Man, Seymour Martin Lipset juga mengingatkan bahwa demokrasi bukan hanya sekadar cara untuk membuat setiap kelompok dapat mencapai tujuan mereka. Demokrasi juga cara untuk membangun masyarakat yang baik.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com