JAKARTA, SABTU - Bila tak ada halangan Institut Teknologi Bandung (ITB) akan memberikan gelar Doktor Honoris Causa (Dr HC) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena dianggap berhasil di bidang teknologi pada 2 Maret mendatang. Rencana pemberian gelar ini sudah mendapat persetujuan senat serta perimbangan dari Majelis Guru Besar ITB.
Namun, rencana ini diakui oleh salah satu anggota senat ITB, Prof Hasanuddin kepada Persda Network, Sabtu (31/1), masih menuai pro dan kontra, termasuk dari kalangan alumnus ITB, yang menganggap waktu yang tidak tepat, dinilai sarat politis karena menjelang pelaksanaan Pemilu. Rencana pemberian ini bertepatan dengan Dies Natalis ke-50 ITB.
"Kalau setingkat senat, memang sudah bulat setuju pemberian gelar itu. Presiden SBY kami anggap layak mendapatkan gelar Honoris Causa. Ini sudah diputuskan belum lama, melalui voting. Kami sadar, rencana pemberian ini akan dianggap politis oleh masyarakat. Akan tetapi sebetulnya rencana pemberian ini sudah melalui proses selama 2 tahun lamanya. Namun, apakah Presiden SBY akan mendapat gelar itu pada 2 Maret nanti, kami masih menunggu sikap dari Rektor ITB," ujar Hasanuddin.
Hasanuddin menuturkan, rencana pemberian itu sama sekali bukan atas dasar muatan politik apapun. Apalagi, sekarang ini, semuanya akan dimaknai secara politis. "Saat kami (senat) mengambil keputusan, yang pro dan yang kontra banyak juga, berdasarkan pertimbangan politis itu tadi. Namun, yang setuju lebih banyak. Kami sadar, rencana pemberian gelar ini lebih banyak dinilai banyak kalangan sarat muatan politisnya," ujar Hasanuddin yang tak lain ahli di bidang Geologi ITB ini.
"ITB sama sekali tidak ingin diseret-seret ke politik terkait rencana pemberian gelar itu. Ada yang bilang kenapa Presiden SBY yang dapat gelar, sementara yang lain dianggap masih banyak yang layak. Bagi kami, 2 tahun adalah waktu yang cukup dalam memberikan pertimbangan Presiden SBY, layak mendapatkannya dan usulan ini, tidak datang secara tiba-tiba kok. Majelis Guru Besar ITB tak memberikan persetujuan, hanya pertimbangan saja," paparnya.
Staf pengajar ITB, Dr Rudi Rubiandini yang dikonfirmasi kemudian menilai, pemberian itu bagi masyarakat, bisa saja dibilang kental muatan politisnya karena diberikan menjelang diselenggarakannya pesta demokrasi, Pemilu legislatif maupun Pemilihan presiden.
"Pasti ada yang mempertanyakan, sebetulnya masih banyak yang lebih layak mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa, tidak hanya Presiden SBY. Lalu, pertanyaannya kepada hanya Presiden SBY saja, kenapa yang lain tidak. Hingga kini, pro kontra itu terus berlanjut. Bagi saya, kurang tepatlah," ujarnya.
Penolakan atas rencana pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Presiden SBY paling keras disuarakan oleh salah seorang alumnus ITB, Fadjroel Rahman. Secara tegas Fajroel yang kini dikenal sebagai capres independen ini menyatakan tidak setuju, presiden dianggap tidak berhak mendapat gelar Honoris Causa dari ITB.
"Saya menolak sekeras-kerasnya rencana pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada pak SBY pada Dies Natalis ITB 2 Maret nanti. Bagi saya, tidak ada sumbangsih keilmuan pak SBY bagi ITB. Juga, ini hanya mengakibatkan cacat politik pada independensi ITB, publik akan bertanya-tanya apakah ITB sebagai institusi pendukung SBY?" tandas Fajroel Rahman.
"Kalau tak ada kaitan ilmu, kenapa mantan presiden lain tak dapat gelar sama dari ITB? Nama besar ITB akan hancur dengan petualangan politik ini. Bung Karno gapat gelar Honoris Causa dari ITB karena sumbangan keilmuan tekhnik sipil, latarnya memang tekhnik sipil dari ITB. Kasat mata saja, tak ada kaitan keilmuan ITB dengan ilmunya pak SBY. Dr Hamka dapat gelar Honoris Causa dari Universitas Al Azhar Mesir karena ilmu agamanya. Jadi, rencana kepada Presiden SBY ini, hanya akan memberi cacat saja pada ITB secara politik," tegas Fadjroel Rahman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.