Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kekerasan dalam Pacaran Masih Cukup Tinggi

Kompas.com - 19/12/2008, 18:56 WIB

YOGYAKARTA, JUMAT - Kasus kekerasan dalam pacaran masih cukup tinggi, baik itu yang bersifat psikis maupun fisik. Berdasarkan catatan Rifka Annisa, organisasi yang memiliki kepedulian terhadap masalah kekerasan pada perempuan, kasus ini berada pada urutan kedua, setelah kekerasan terhadap istri.

Kekerasan dalam bentuk fisik, seperti memukul dan menendang. Sedang kekerasan dalam bentuk psikis bisa berupa pemaksaan, menghina, mengekang, hingga cemburu berlebihan yang kemudian berujung pada membatasi tindakan positif pasangan. Kekerasan lain yang kerap muncul dalam pacaran adalah menyangkut soal seksual.

Manajer Pendampingan Rifka Annisa, Mei Shofia Romas, Jumat (19/12), mengemukakan setidaknya ada tiga penyebab mengapa kekerasan ini masih terjadi. Ketiga penyebab itu adalah kurangnya kesadaran remaja bahwa yang dialami merupakan tindak kekerasan, adanya ketergantungan emosi dan anggapan di masyarakat bahwa remaja harus punya pacar, serta hubungan yang sudah terlanjur jauh.

Karena hubungan (pacaran) sudah terlanjur jauh, maka tidak mungkin lepas satu sama lain. "Ketika kekerasan itu terjadi, korban pun memilih tidak bersikap," kata Shofia.

Data kasus kasus kekerasan terhadap pacar yang terjadi di DIY dan masuk ke Rifka Annisa sejak 1994 hingga 2007 mencapai 703. Jumlah ini lebih rendah dibanding kekerasan terhadap istri yang mencapai 2.425. Kasus kekerasan pada perempuan lainnya adalah perkosaan 281 dan pelecehan seksual 174.  

"Untuk tahun 2008 saja, hingga November tercatat ada 19 kasus kekerasan dalam pacaran. Sedang tahun 2007 ada 37," katanya. Menurut Shofie, data ini belum mencerminkan kondisi sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Jumlah kekerasan yang tidak terlaporkan jauh lebih besar.

Kampanye

Berbagai upaya meminimalisir tindak kekerasan banyak dilakukan, termasuk melalui kampanye dengan menjadikan perempuan sebagai kelompok sasaran. Namun, langkah itu dirasa kurang efektif tanpa menyasar laki-laki karena sebagian besar kekerasan dilakukan oleh mereka.

Manajer Media Riset dan Pelatihan Rifka Annisa, Nur Hasyim, mengatakan substansi kampanye yang pas adalah mengkritisi konsep menjadi laki-laki (maskulinitas). Konsep maskulinitas negatif bahwa laki-laki erat kaitannya dengan kekerasan harus diubah dengan maskulinitas yang positif yang berorientasi pada penghargaan dan kepedulian pada sesama .

"Yang perlu dilakukan adalah menawarkan konsep baru bagaimana, sih, seharunya menjadi cowok sejati. Bahwa, cowok sejati bukan sekedar dilihat dari bentuk fisik semata," katanya.

Untuk itulah, menurut Nur Hasyim Rifka Annisa bersama United Nation Development Fund for Women (Unifem / badan PBB yang konsen terhadap masalah perempuan) akan mengadakan kampanye dengan sasaran remaja laki-laki bertajuk Membangun Generasi Laki-Laki Antikekerasan terhadap Perempuan ( Real Boys Care Others), 21 Desember 2008-11 Januari 2009.

Ada beberapa aktivitas yang diselenggarakan dalam kampanye tersebut , antara lain kompetisi futsal antar-SMA se-DIY, debat bahasa Inggris antar-SMA se-DIY, serta pembuatan iklan audio visual.  

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com