Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dephan Kembali Godok Draf RUU Kamnas

Kompas.com - 05/12/2008, 20:31 WIB

JAKARTA, JUMAT — Sejumlah pihak meminta pemerintah, terutama Departemen Pertahanan berhati-hati dan tidak lagi mengulangi kesalahan sebelumnya saat mengolah dan mengajukan draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas).

Menurut peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti, Jumat (5/12), pemerintah harus benar-benar spesifik dalam mendefinisikan terminologi Keamanan Nasional sekaligus pihak mana saja yang akan terlibat dalam penanganannya kelak.

"Saya sebenarnya mendukung saja RUU Kamnas diajukan dan dibahas, akan tetapi jangan lagi mengulangi kesalahan sama sebelumnya. Juga harus jelas soal apa definisinya, siapa yang nanti mengajukan pembahasan (draf), dan siapa saja pembahasnya di tingkat antardepartemen," ujar Ikrar.

Sebelumnya draf RUU Kamnas sempat digodok Dephan yang kemudian mengundang sejumlah kontroversi dan reaksi penolakan dari sejumlah pihak, termasuk Kepolisian RI. Saat itu isi draf RUU Kamnas juga dinilai terlalu memberi porsi besar pada militer untuk terlibat.

Menurut Ikrar, kejelasan definisi tentang Kamnas salah satunya juga termasuk soal spektrum persoalan yang akan dicakup dalam RUU itu nantinya. Ikrar mencontohkan, saat terlibat menyusun usulan draf RUU Keamanan Negara (Kamneg), yang belakangan berkembang menjadi Kamnas, sejumlah pihak mengategorikan urusan Kamneg dalam konteks maksimalis dan minimalis.

"Kalau maksimalis artinya persoalan macam wabah flu burung atau isu ketahanan pangan bisa masuk, yang tentunya bukan urusan Polri atau TNI melainkan departemen terkait. Sementara yang minimalis beranggapan urusan Kamneg, ya sebatas masalah terkait Polri dan TNI saja sebagai pemeran utama," ujar Ikrar.

Terkait proses pembahasan, Ikrar mewanti-wanti jangan sampai prosesnya di tingkat antardepartemen, masing-masing pihak hanya mengirimkan orang-orang dari tingkat eselon tiga atau empat, yang pastinya tidak punya kewenangan membuat keputusan. Proses pembahasan draf RUU Kamnas harus melibatkan para pembuat dan pemutus kebijakan di level antardepartemen, yang juga harus memiliki pemahaman dan keahlian yang mendalam mengingat urusan Kamnas menyangkut spektrum yang sangat luas.

Dalam siaran persnya Dephan menyebutkan pihaknya saat ini telah menerima konsep dasar dan hasil kajian yang sebelumnya dilakukan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) atas permintaan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Selanjutnya Menteri Pertahanan menunjuk Sekretaris Jenderal Dephan, Sjafrie Sjamsoeddin, menggodok hasil kajian dan konsep dari Lemhannas tadi untuk menjadi draf RUU Kamnas yang baru. Nantinya juga akan dibentuk kelompok kerja dan panitia antardepartemen.

Sejumlah departemen yang akan dilibatkan seperti Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Sekretariat Negara, dan juga Kepolisian RI. Mereka juga akan mencari masukan dari sejumlah kalangan masyarakat mulai awal tahun depan.

Sementara itu, saat dihubungi terpisah, Anggota Komisi I dari Fraksi PDI-P Andreas Pareira mengaku pesimistis jika pemerintah ingin mengajukan dan menuntaskan proses pembahasan RUU Kamnas itu pada periode legislatif sekarang (2004-2009). "Tahun depan itu sudah tahunnya pemilu, fokus semua orang pasti ke soal pemilu dan pilpres. Tambah lagi Komisi I periode sekarang sudah punya banyak RUU yang belum tuntas pembahasannya dan malah sampai mengantre," ujar Andreas.

Andreas juga meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menentukan langsung siapa departemen bawahannya yang harus menjadi leading sector yang nanti mengajukannya kepada DPR untuk dibahas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com