Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sipil dan Militer Saling Kritik soal Reformasi

Kompas.com - 10/11/2008, 21:18 WIB

JAKARTA, SENIN - Kalangan sipil dikritik terlalu fokus dan terkesan berlebihan mengkritik masalah laju proses reformasi TNI namun malah melupakan proses reformasi partai politik dan birokrasi, yang diyakini justru malah jauh lebih tertinggal dibandingkan reformasi militer. Penilaian itu terlontar dalam peluncuran buku kumpulan artikel opini mantan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, di Kompas, berjudul Aku Hanya Tentara, Senin (10/11).

Turut hadir dalam acara itu mantan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim, peneliti militer dari LIPI Indria Samego, dan anggota Komisi I Fraksi PDIP Sutradara Gintings.

"Sekarang ini tampak timpang dan tendensius. Mengapa misalnya, reformasi TNI selalu disoroti sementara reformasi birokrasi dan sipil, terutama partai politik, sepertinya kurang. Demokrasi kita masih belum diikuti adanya kultur berdemokrasi. Lihat saja (pilkada) Maluku Utara atau daerah lain," ujar Kiki.

Menurut Kiki, kultur berdemokrasi sangat diperlukan. Demokrasi di Indonesia menurutnya masih sebatas prosedural. Kultur-kultur berdemokrasi macam keadilan (fairness), kesetaraan (egaliter), apresiatif, dan toleransi, sebagai landasan bagi para politisi untuk berdemokrasi, dinilainya masih belum ada.

Ketika demokrasi langsung dengan model one man one vote diterapkan, yang berdampak menyamakan suara atau hak politik siapa pun, baik seorang profesor di Pulau Jawa maupun seorang warga Papua yang masih berkoteka; tidak aneh jika yang muncul kemudian adalah anarki dan pertikaian. Hal itu karena kultur berdemokrasi memang belum ada," ujar Kiki.

Menurut Kiki, keberadaan parpol terkait erat dan bertanggung jawab atas pendidikan politik masyarakat sekaligus dalam proses rekrutmen kepemimpinan nasional. Dengan begitu, Kiki mendesak para politisi, baik berlatar belakang sipil maupun militer, untuk harus berkomitmen memperbaiki semua persoalan tadi.

Pendapat kurang lebih senada juga disampaikan Indria Samego, yang memperingatkan parpol agar segera melakukan perubahan signifikan. Menurutnya, dalam masa transisi dan dengan sikap masyarakat yang terus berubah seperti sekarang, apa pun bisa saja terjadi. "Militer saat ini memang sudah tidak lagi bermain dalam day to day politics melainkan sudah pada tataran yang jauh lebih tinggi lagi. Mereka juga punya pengalaman panjang dalam berpolitik. Jadi jangan bayangkan di sini akan terjadi seperti di Thailand," ujar Indria.

Indria menambahkan, jika parpol dan para politisi sipil tidak segera mengubah tindak tanduk mereka, bukan tidak mungkin masyarakat kalangan bawah lah yang justru berubah pikiran dan meminta militer untuk kembali masuk dalam politik. Gejala ke arah sana menurut Indria sudah mulai terjadi ketika di sebagian kalangan masyarakat sudah mulai muncul kerinduan terhadap kondisi dan pola pemerintahan seperti di masa lalu.

"Selain itu dalam setiap pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung, tingkat partisipasi masyarakat juga semakin turun bahkan tinggal separuhnya. Jadi kalau tren pengelolaan negara ini justru mengarah pada korupsi dan kecenderungan yang mengancam kesejahteraan rakyat, segala macam improvisasi politik bisa saja terjadi. Buat masyarakat awam, demokrasi kan cuma alat untuk mencapai tujuan," ujar Indria.

Sementara itu politisi asal PDIP, Sutradara Gintings, berpendapat lain. Menurutnya, kondisi yang terjadi saat ini tidak lepas dari tanggung jawab militer dan pemerintahan masa lalu, yang memang tidak pernah mengizinkan atau membiarkan adanya perbedaan pandangan di masyarakat.

Dengan begitu menurut Gintings, kalangan militer tidak boleh begitu saja lepas tangan dan malah menuduh persoalan yang terjadi sekarang lantaran ketidakbenaran kalangan sipil, terutama partai politik. Gintings mengakui demokrasi yang terjadi di masyarakat sekarang masih sebatas prosedural dan belum substantif. Akibatnya masyarakat sipil memang masih belum punya cukup kapabilitas mengendalikan pemerintahan secara efektif dan menuntaskan persoalan yang terjadi di antara mereka secara elegan.

"Akan tetapi mereka (militer) jangan cuma bisa menyalahkan, karena justru yang terjadi sekarang adalah dosa mereka yang selama tiga dekade menjadikan masyarakat sipil sebagai golongan masyarakat kelas tiga atau empat. Saya akui memang masih ada masalah, tapi itu juga kesalahan militer di masa lalu," ujar Gintings.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com