Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cita-cita dan Kesejahteraan Prajurit

Kompas.com - 14/10/2008, 00:37 WIB

Alasan utama adanya bisnis militer adalah karena pemerintah dan DPR belum bisa menyediakan anggaran memadai sehingga TNI harus mencari tambahan untuk pemenuhan kesejahteraan prajurit dan keluarganya dari luar anggaran pemerintah (APBN).

TNI Profesional

Pada RAPBN 2009, terdapat penurunan jumlah anggaran belanja sebesar Rp 1,39 trilliun (3,8 persen) di Departemen Pertahanan, dari Rp 36,9 triliun (RAPBN 2008) menjadi Rp 35,0 triliun (RAPBN 2009). Amat absurd bila anggaran pertahanan mengalami penurunan justru ketika bisnis TNI harus diserahkan kepada pemerintah.

Keinginan untuk mewujudkan TNI profesional seyogianya diikuti dukungan kesejahteraan. Ini sesuai UU No 34 Tahun 2004 Pasal 49, ”Setiap prajurit TNI berhak memperoleh penghasilan yang layak dan dibiayai seluruhnya dari anggaran pertahanan negara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”

Kini, kenikmatan sipil akan rasa aman niscaya terwujud tanpa peran TNI. Tidak mungkin ekonomi bisa berjalan tanpa ada prasyarat aman. Apakah fair jika sipil bisa menjadi orang terkaya, memimpin daerah, menguasai legislatif, sedangkan kalangan militer harus menonton di barak, hidup pas-pasan, tetapi harus siaga perang dengan mempertaruhkan nyawa. Jika Departemen Keuangan tahun-tahun terakhir ini bisa meningkatkan kesejahteraan pegawainya, mengapa di lingkungan Departemen Pertahanan tidak bisa. Untuk Indonesia yang lebih baik, sipil dan militer perlu duduk bersama dan bermufakat, membuat deal of the century untuk bergandeng tangan berbagi peran.

Militer sudah hampir selesai mereformasi diri dan menunggu sipil untuk lebih memerhatikan peran militer dengan lebih bijak. Jika perhatian terhadap militer sulit terwujud, mungkinkah terlintas di benak sipil untuk ”menyalahkan” militer dengan ungkapan, ”Jika dari awal tahu menjadi tentara tidak sejahtera, mengapa menjadi tentara?” Jawabannya, tidak mungkin terlintas.

Silmy Karim Master dalam Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com