Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelesaian RUU Pornografi Alami

Kompas.com - 19/09/2008, 08:15 WIB

JAKARTA, JUMAT — Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pornografi akan mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat. Karena itu, penyelesaian pembahasan RUU yang sudah hampir rampung ini akan dilakukan secara alami, tanpa tenggat yang mengikat.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Pansus RUU Pornografi Yoyoh Yusroh seusai Rapat Panitia Kerja RUU Pornografi DPR dengan pemerintah, Kamis (18/9). Dari uji materi terakhir di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku, dan DKI Jakarta, persoalan yang masih mengganjal adalah Pasal 14 RUU Pornografi tentang pengecualian.

Pasal 14 RUU Pornografi menyebutkan, Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai: a. seni dan budaya; b. adat istiadat; dan c. ritual tradisional.

Kelompok yang meminta penghapusan pasal ini beranggapan pasal ini akan membuat bias pasal-pasal lainnya. Sedangkan kelompok yang menginginkan pasal ini tetap ada berpandangan pasal itu untuk melindungi adat istiadat dan ritual yang sudah hidup dalam masyarakat.

Yoyoh membantah jika hasil Panja RUU Pornografi akan ditandatangani kemarin dan diajukan ke sidang paripurna pada 23 September mendatang. Sejumlah tahapan pembahasan masih harus dilakukan, di antaranya rapat kerja dengan menteri terkait. Setelah itu, RUU baru dapat diajukan ke Badan Musyawarah DPR dan rapat paripurna.

Menyikapi adanya penolakan dari berbagai kelompok masyarakat di beberapa provinsi, Yoyoh menegaskan pro-kontra dalam setiap pembahasan RUU adalah wajar.

Meskipun ada UU lain yang telah mengatur persoalan pornografi, Yoyoh menilai RUU pornografi ini bersifat lex specialis atau khusus. RUU ini memberi penegasan terhadap UU lain yang mengatur pornografi secara terpisah-pisah dan memberikan sanksi yang lebih berat.

Anggota Panja RUU Pornografi dari F-PKB, Badriyah Fayumi, secara terpisah mengatakan, rapat panja selama dua jam akhirnya memutuskan membahas kembali hasil uji publik RUU itu di dalam rapat panja pada tanggal 23 dan 24 September. ”Masih banyak isi RUU yang perlu diperbaiki,” kata Badriyah.

Wakil Ketua Komnas HAM Hesti Armiwulan menilai, belum ada alasan mendesak untuk meletakkan pornografi dalam ketentuan khusus atau lex specialis. ”Tidak perlu buru-buru, cukup KUHP. Apalagi dalam rancangan tersebut substansinya masih multiinterpretasi,” katanya.

Jika terlalu besar ruang bagi multiinterpretasi, dikhawatirkan akan timbul penyelewengan yang dapat mencederai pemenuhan hak warga negara yang dijamin dalam konstitusi.

Dewan Kesenian Surakarta mengeluarkan pernyataan menolak RUU ini dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945 dan telah memancing kontroversi luas. (MZW/NMP/JOS/ASA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com