JAKARTA, SENIN - Berlarut-larutnya penegasan pemerintah atas eksistensi Ahmadiyah akhirnya mencapai puncaknya dengan penyerangan yang dilakukan massa beratribut Front Pembela Islam (FPI) terhadap kelompok yang menyuarakan kebebasan beragama, Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), Minggu (1/6). Padahal, sejak satu bulan yang lalu santer terdengar pemerintah akan segera mengeluarkan SKB 3 menteri tentang hal tersebut. Sejumlah pengamat dan ulama juga telah bersuara tentang pentingnya sikap tegas pemerintah agar tidak menimbulkan pro-kontra berkepanjangan di masyarakat.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) justru berpendapat, negara tidak usah ikut campur dalam penyelesaian kasus Ahmadiyah. Alasan dia, masalah Ahmadiyah adalah masalah internal umat Islam yang seharusnya diselesaikan secara internal pula. "Agar kebebasan berserikat tidak terganggu, jangan eksekutif yang memutuskan untuk membubarkan. Eksekutif bisa mengambil jalur hukum. Ahmadiyah ini urusan internal umat Islam, negara tidak usah ikut campur. Negara tidak usah ikut menentukan, sesat atau tidak. Kecuali, hakim yang menentukan. Keputusan final penyelesaian sengketa ada di yudikatif," kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta, Senin (2/6).
Penyelesaian internal yang dimaksud Jimly, agar diadakan dialog antara yang kontra dan kelompok Ahmadiyah. "Tokoh-tokoh Ormas Islam agar mendahulukan toleransi, tidak menggunakan logikanya sendiri. Pahami bagaimana jalan pikiran orang Ahmadiyah. Kalau Ahmadiyah tidak mungkin diadopsi menjadi bagian dari Islam, maka dicari jalan keluarnya bagaimana. Misalnya, agamanya Islam Ahmadiyah. Masjidnya masjid Ahmadiyah. Yang terpenting, ada identitas yang jelas bahwa dia Ahmadiyah sehingga kalau ada orang Islam yang tidak sepaham dengan Ahmadiyah bisa menjauh," ujarnya.
Jimly juga mengingatkan, di tengah situasi yang semakin memanas perlu dikampanyekan kembali Tri Kerukunan Umat Beragama, yaitu kerukunan internal umat beragama, kerukunan antarumat beragama. dan kerukunan antarumat beragama dengan pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.