Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Kabulkan Sebagian Gugatan Eurico Guterres

Kompas.com - 21/02/2008, 12:16 WIB

JAKARTA, KAMIS - Permohonan uji materi yang diajukan Eurico Guterres atas pasal 43 ayat (2) UU Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dikabulkan sebagian Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Eurico Guterres adalah mantan wakil panglima Pasukan Pejuang Integrasi Timor Timur.

Permohonan yang dikabulkan adalah mengenai Penjelasan Pasal 43 (2) UU Pengadilan HAM sepanjang mengenai kata "dugaan" karena dianggap beralasan. Sementara, permohonan terhadap ketentuan Pasal 43 ayat (2) dinilai tidak beralasan, sehingga ditolak oleh hakim.

Putusan tersebut dibacakan secara bergantian oleh 8 anggota Majelis Hakim MK, yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie dalam sidang di Ruang Sidang Pleno, Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/2).

Dalam pendapatnya, hakim menyatakan untuk menentukan perlu tidaknya pembentukan Pengadilan HAM ad hoc atas suatu kasus tertentu menurut locus dan tempus delicti memang memerlikan keterlibatan institusi politik. Institusi politik yang mencerminkan representasi rakyat yaitu DPR. Namun, DPR dalam merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM ad hoc harus memperhatikan hasil penyelidikan dan penyidikan dari institusi berwenang.

"Oleh karena itu, DPR tidak akan serta merta menduga sendiri tanpa memperoleh hasil penyelidikan dan penyidikan terlebih dahulu dari institusi yang berwenang, dalam hal ini Komnas HAM sebagai penyelidik dan Kejaksaan Agung sebagai penyidik," demikian Jimly saat membacakan putusan perkara tersebut.

Dari 8 hakim, ada satu hakim yang memiliki pendapat berbeda (discenting opinion) yaitu I Dewa Gede Gede Palguna. Dalam pendapat yang dibacakannya sendiri, Palguna menilai dalil permohonan Eurico baru dapat diterima /dikabulkan jika ditujukan terhadap Pengadilan HAM. Menurutnya, yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 adalah Pengadilan HAM sebagai pengadilan khusus, bukan terhadap Pengadilan HAM ad hoc.

Permohonan yang diajukan Eurico tersebut berkaitan dengan penjelasan dalam pasal 43 ayat (2) UU Pengadilan HAM yang menyatakan bahwa Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usulan DPR. Usulan diajukan DPR dengan dugaan adanya pelanggaran HAM berat. Selaku pemohon, Eurico beranggapan dengan adanya ketentuan pasal tersebut telah merugikan hak konstitusionalnya karena pasal itu telah menyebabkan dirinya diajukan ke Pengadilan HAM ad hoc dan dijatuhi pidana 10 tahun penjara.

Eurico juga menilai adanya unsur usulan DPR atas dasar dugaan terjadi pelanggaran HAM berat sehingga dibentuknya Pengadilan HAM ad hoc telah membuka peluang intervensii kekuatan politik dalam proses hukum.Dalam persidangan hari ini, Eurico yang masih menjalani hukumannya, hanya diwakili 4 pengacaranya, di antaranya Mahendradatta dan Achmad Michdan. (ING)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com