JAKARTA, KOMPAS.com - Belum mereda huru-hara kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membuat ‘keramaian’ karena melaporkan Albertina Ho.
Albertina merupakan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Ia dilaporkan oleh Ghufron ke Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
Dalam laporan itu, Ghufron mempersoalkan anggota Dewas yang meminta hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK.
“Padahal, Dewas sebagai lembaga pengawasan KPK, bukan penegak hukum dan bukan dalam proses penegakan hukum (bukan penyidik),” kata Ghufron saat dihubungi, Rabu (24/4/2024).
Ghufron mengeklaim menjalankan Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Perilaku.
Pasal 4 Ayat (2) huruf b PerDewas tersebut melarang penyalahgunaan jabatan atau kewenangan, termasuk penyalahgunaan pengaruh, baik dalam pelaksanaan tugas maupun kepentingan pribadi/golongan.
“Sehingga, laporan itu adalah pemenuhan kewajiban saya atas peraturan Dewas sendiri,” ujar Ghufron.
Ghufron tidak mengungkap siapa anggota Dewas yang dilaporkan. Namun, tidak berselang lama dua anggota Dewas memberikan jawaban.
Dilaporkan karena Koordinasi dengan PPATK
Dihubungi secara terpisah, anggota Dewas KPK Albertina Ho mengaku, dirinya dilaporkan ke Dewas oleh Nurul Ghufron.
Menurut Albertina, Ghufron melaporkan karena ia berkoordinasi dengan Pusat Analaisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Padahal, koordinasi itu dilakukan dalam rangka mengumpulkan alat bukti guna menindaklanjuti laporan yang menyebut Jaksa KPK berinisial TI diduga menerima suap atau gratifikasi.
Adapun Albertina merupakan anggota Dewas yang duduk sebagai person in charge (PIC) atau penanggung jawab masalah etik.
“Hanya saya yang dilaporkan, padahal keputusan yang diambil Dewas kolektif kolegial,” ujar Albertina.
Dengan demikian, kata Albertina, koordinasi dengan PPATK merupakan bagian dari pelaksanaan tugas Dewas KPK.
Di sisi lain, kata dia, Dewas memang dibolehkan berkoordinasi dengan PPATK sebagaimana amanat Surat Edaran (SE) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Nomor 1 Tahun 2012.
SE itu menyebut agar lembaga atau bagian pengawas berkoordinasi secara aktif dengan PPATK guna mencegah dan memberantas pencucian uang.
Dewas Sudah Klarifikasi Albertina
Terpisah, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi kepada Albertina.
Menurut Syamsuddin, Albertina telah memberikan penjelasan termasuk kronologi koordinasi dengan PPATK yang dipersoalkan Ghufron.
Syamsuddin menuturkan, Albertina berkoordinasi dengan PPATK karena menjadi PIC penanganan perkara etik di Dewas.
Guru Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu pun mengaku heran kenapa Ghufron melaporkan Albertina.
Ia berharap, Ghufron melaporkan Albertina bukan karena tengah berperkara di Dewas lantaran diduga menggunakan pengaruhnya ke pejabat Kementerian Pertanian agar memutasi pegawai.
Perkara dugaan pelanggaran etik Ghufron itu akan disidangkan pada 2 Mei mendatang.
“Mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian berinisial ADM,” ungkap Syamsuddin.
Laporan Ghufron Bukan Sikap Pimpinan
Sementara itu, Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango menyebut laporan Ghufron bukan sikap pimpinan.
Tindakan Ghufron merupakan sikap pribadi dan bukan keputusan kolektif kolegial empat pimpinan KPK.
“Ya saya dengar itu, itu adalah sikap Pak NG (Nurul Ghufron) sendiri dan bukan sikap pimpinan (secara) kolegial,” kata Nawawi saat dihubungi, Rabu.
Meski demikian, Nawawi menyatakan dirinya, Alexander Marwata, dan Johanis Tanak selaku pimpinan KPK menghormati hak Ghufron melaporkan Albertina.
“Tapi kami pimpinan lainnya menghormati langkah Pak NG,” tutur Nawawi.
Dinilai Punya Motif Buruk
Langkah Ghufron melaporkan Albertina mengundang kritik banyak pihak, termasuk wadah pegawai KPK yang disingkirkan dengan alasan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Ketua Indonesia memanggil (IM) 57+ Institute, M. Praswad Nugraha menyebut, tindakan Ghufron mengandung iktikad buruk.
“Menunjukkan adanya motif dan iktikad buruk yang dilakukan oleh Nurul Ghufron menggunakan skema seolah-olah telah terjadi pelanggaran kode etik oleh Dewas KPK,” kata Ketua IM 57+ Institute, M. Praswad Nugraha kepada Kompas.com, Rabu.
Mantan penyidik KPK itu menegaskan, Dewas memiliki kewenangan penuh mengumpulkan alat bukti menyangkut dugaan pelanggaran etik.
Di sisi lain, berdasarkan Undang-Undang KPK terbaru Dewas merupakan bagian tidak terpisahkan dari lembaga antirasuah.
Temuan Dewas bahkan bisa ditindaklanjuti KPK dalam penegakan hukum.
Salah satunya adalah kasus pungutan liar di Rutan KPK yang justru diungkap pertama kali oleh Dewas.
“Bahkan, temuan Dewas dapat ditindaklanjuti menjadi proses penyelidikan pada proses penegakan hukum,” ujar Praswad.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/25/10314691/jelang-disidang-dewas-kpk-karena-masalah-etik-nurul-ghufron-laporkan