Salin Artikel

Pilkada dan Kultus Popularitas

Di antara euphoria kangen-kangenan, kita dipaksa untuk tahu: bahwa agenda tahun politik masih terus berlanjut.

Lebaran tak ayal seperti jeda kebersamaan sejenak, sebelum nanti kembali terpolarisasi–sesuai pilihan aktor yang didukung.

Jujur saja, kehadiran baliho, spanduk, billboard, dan instrumen kampanye lain yang bermotif sejenis sesungguhnya mengecewakan.

Sebagai bentuk manuver politik, instrumen-instrumen tersebut mewakili sandaran logika yang terus berulang di tiap gelaran Pemilu. Yaitu: kultus popularitas.

Wajah bersolek ditampilkan sebagai eksposur, berikut–tentu saja–penekanan (emphasize) ihwal niat pencalonan.

Selebihnya, ‘basa-basi’ komunikasi publik sesuai momentum. Khusus momen Lebaran, tertulis besar-besar ucapan “mohon maaf lahir batin” beserta title “calon kepala daerah” yang tidak boleh dilewatkan.

Minim substansi

Sebagai alat pendongkrak popularitas, misi yang paling penting adalah memantapkan pengenalan diri. Pokoknya, pesan inti tersampaikan: “bahwa saya mencalonkan diri dan Anda pada waktunya akan memilih saya.”

Urusan substansi belakangan. Bagaimana perspektif dan keberpihakan politik yang bakal diperjuangkan, itu nanti saja.

Apalagi tawaran program yang bakal digulirkan. Seakan-akan disimpan sebagai unsur sekunder atau malah tersier. Baru diseriusi setelah perkara popularitas diri–sebagai hal yang primer–selesai.

Konsekuensinya, politik gagasan yang melekat dalam ikatan kolektif sebagai syarat demokrasi berkemajuan, jelas jauh dari realisasi (Sjaf, 2023).

Alih-alih, dari fenomena begini, kita lagi-lagi diajak untuk kembali menyaksikan bahwa laku demokrasi beranjak dari titik start banal, yaitu urusan branding personal.

Semakin tinggi popularitas, semakin besar peluang untuk bertarung di kontestasi Pilkada nanti.

Nalar popularitas yang berkelindan dengan populisme, dalam perspektif tertentu, adalah ancaman bagi tumbuh kembang demokrasi lokal.

Di aras kualitas personal pemimpin, narasi popularitas kerapkali mengatasi dan/atau justru mengabaikan aspek kepemimpinan substantif. Termasuk, yang berkaitan dengan kapasitas, moral, dan etika.

Pada konteks itu, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Arie Sujito (2023) mewanti-wanti bahwa keputusan memilih pemimpin bukanlah hal sepele. Ada pertimbangan lain yang lebih mendasar dari sekadar popularitas.

Di antaranya: integritas, kompetensi, dan komitmen untuk merealisasikan gagasan melalui aksi pembangunan.

Selanjutnya, di aras yang lebih luas, Fukuyama (2017) menyinggung ihwal resiko kultus personal yang muncul dari akar popularitas.

Ia menekankan, pada level tertentu, kultus personal akan menciptakan kontradiksi dengan demokrasi itu sendiri. Sejak pribadi yang dibalut popularitas menguasai arena politik sepenuhnya dan mampu meng-klaim diri pribadi sebagai otoritas.

Bersama rakyat yang mendukungnya, ia dapat memosisikan pihak lain sebagai “musuh” yang perlu dilawan dan diberangus kalau perlu. Di lain sisi, ia pun bisa melestarikan kekuasaannya melalui skenario dinasti politik maupun klientelisme.

Otonomi daerah dan agenda kesejahteraan

Kapasitas pemimpin daerah berkontribusi besar terhadap penyelenggaraan otonomi daerah. Karena itu, penting untuk memastikan kehadiran calon-calon kepala daerah yang layak di arena kontestasi Pilkada.

Pertimbangan paling krusial adalah paradigma kesejahteraan yang direfleksikan dalam tawaran program-program pembangunan calon kepala daerah.

Hal demikian esensial sebagai indikator utama kelayakan calon kepala daerah. Sebab, ujung dari desentralisasi dalam kerangka negara kesejahteraan (welfare state) yang dianut Indonesia tidak lain adalah peningkatan taraf hidup rakyat (Sjaf, 2022; L. Hakim, 2023).

Seterusnya, konteks peningkatan taraf hidup itu sendiri merujuk pada semua kelas ekonomi rakyat tanpa kecuali. Tidak ada yang tertinggal di belakang.

Karena, transformasi tak berimbang (unbalanced transformation) niscaya menciptakan ketimpangan ekonomi yang justru menjadi problem sensitif dengan segala kompleksitasnya.

Indikator krusial selanjutnya terkait kelayakan calon kepala daerah yang perlu menjadi perhatian adalah perspektif data.

Dalam hal ini, data adalah elemen penting dalam suksesi agenda pembangunan di setiap tahapan: dari mulai perencanaan, eksekusi, hingga tahap evaluasi.

Di semua tahapan pembangunan itu, data telak menjadi rujukan kebijakan. Kualitas data, dengan demikian, adalah urgensi.

Ketidak-tepatan data melahirkan data semu (pseudo data)–yang tidak hanya rentan distorsi, tetapi bahkan cenderung manipulatif.

Implikasinya, ketika diletakkan sebagai justifikasi kebijakan, maka hasilnya adalah program dan/atau kegiatan pembangunan semu (pseudo development) yang kental rekayasa dan tinggi peluang korupsi (Sjaf, 2022; Lab. Data Desa Presisi, 2023).

Kerugian akibat kebocoran anggaran adalah keniscayaan. Tetapi, pada prinsipnya, kerugian yang lebih substansial adalah bahwa program dan/atau kegiatan pembangunan gagal mencapai target dan sasarannya, yaitu rakyat yang sejatinya membutuhkan keberpihakan Pemerintah Daerah.

Kehadiran calon-calon kepala daerah berbekal dua perspektif krusial tersebut tentu tidak lahir otomatis begitu saja.

Mengutip istilah Eep Saepuloh Fatah dalam “membangun oposisi” (1999), dibutuhkan kerja keras “kaum demokrat” yang sadar betul pentingnya otonomi daerah sebagai jalan transformasi kesejahteraan rakyat.

“Kaum demokrat” itu sendiri bukan identitas eksklusif. Di satu sisi, ia merujuk kepada pribadi-pribadi di partai politik yang berperan besar dalam kontestasi Pilkada, lebih khusus secara prosedural.

Di lain sisi, “kaum demokrat” juga adalah komunitas sipil (civil society) yang sadar dan ‘ngotot’ menghendaki calon-calon kepala daerah yang betul-betul layak diberikan amanah.

Keduanya perlu kolaborasi. Dan ruang itu mau tidak mau harus diciptakan. Harus! Kecuali, kita sepakat: Pilkada sebatas “business as usual”. Semata hingar-bingar ‘pesta’ dan transaksi.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/15/05541551/pilkada-dan-kultus-popularitas

Terkini Lainnya

Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Jet Tempur F-16 Kedelepan TNI AU Selesai Dimodernisasi, Langsung Perkuat Lanud Iswahjudi

Nasional
Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Kemensos Siapkan Bansos Adaptif untuk Korban Bencana Banjir di Sumbar

Nasional
Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Ahli Sebut Proyek Tol MBZ Janggal, Beton Diganti Baja Tanpa Pertimbangan

Nasional
Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Jokowi Kembali ke Jakarta Usai Kunjungi Korban Banjir di Sumbar

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Kami Masih Ada dan Akan Terus Melawan

Nasional
Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Dewas KPK Sudah Cetak Putusan Etik Ghufron, tapi Tunda Pembacaannya

Nasional
Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke