JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-undang tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas ditanggapi beragam oleh fraksi-fraksi partai politik di DPR.
Diketahui, revisi UU MD3 santer dikabarkan bakal mengubah ketentuan kursi Ketua DPR yang selama ini diduduki oleh partai politik dengan perolehan kursi terbanyak di Pemilihan Legislatif (Pileg).
Sebagaimana diketahui, wacana revisi UU MD3 muncul setelah Pemilu 2024 berlangsung 14 Februari 2024.
Berdasarkan penghitungan suara sah Komisi Pemilihan Umum (KPU), PDI Perjuangan (PDI-P) dinyatakan menjadi pemenang Pileg 2024 disusul oleh Partai Golkar dan Partai Gerindra di urutan kedua dan ketiga.
Merujuk hal tersebut, semestinya PDI-P yang berhak menduduki kursi Ketua DPR periode mendatang.
PDI-P
Anggota DPR Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, kegaduhan bakal terjadi jika revisi UU MD3 dipakai untuk mengubah ketentuan Pasal pemilihan Ketua DPR periode mendatang.
"Kalau revisi dilakukan kembali terhadap pasal tersebut, akan terjadi kegaduhan," kata Hendrawan kepada Kompas.com, Rabu (3/4/2024).
Hendrawan lantas menceritakan tentang perubahan UU MD3 usai pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
Saat itu, menurut dia, ada dinamika politik di mana pihak calon presiden Prabowo Subianto dari Koalisi Merah Putih (KMP) ingin merebut kursi Ketua DPR.
"UU MD3 yang sekarang berlaku (UU 13 Tahun 2019) merupakan revisi ketiga terhadap UU MD3 nomor 17 Tahun 2014. Revisi tersebut dilakukan untuk mengakomodasi dinamika politik pasca-pemilu 2014," kata Hendrawan.
"Saat itu parlemen terbelah antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). KMP yang jagoannya kalah dalam Pilpres, ingin menguasai parlemen, sehingga mengubah aturan main yang berlaku dalam UU MD3," ujarnya lagi.
Golkar
Ketua DPP Partai Golkar, Firman Soebagyo mengeklaim, pihaknya tak mendorong ketentuan pergantian ketua DPR RI direvisi.
“Bahwa dengan adanya (RUU) MD3 itu tidak ada indikasi merevisi UU MD3 ini karena masalah pemilihan atau penetapan ketua DPR. Itu enggak ada,” ujar Firman dihubungi awak media, Rabu.
Ia pun menekankan, Golkar tidak mengajukan revisi UU MD3 itu masuk ke dalam Prolegnas Prioritas.
Menurutnya, wacana revisi UU MD3 memang sudah muncul di dalam prolegnas bersama sejumlah RUU yang lain, jauh sebelum Pemilu 2024 dilaksanakan.
Firman menyampaikan wacana revisi UU MD3 saat itu juga muncul karena adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Di mana, pusat pemerintahan dan DPR RI juga bakal berpindah ke sana.
“Itu semua yang di Prolegnas itu kan rancangan, daftar yang akan dibahas waktu-waktu (ke depan) itu akan muncul,” ucap dia.
Gerindra
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, biasanya penentuan kursi Ketua DPR juga dilakukan dengan musyawarah.
Menurut dia, parpol di parlemen juga menghargai bahwa kursi Ketua DPR biasanya akan dijabat oleh partai yang memperoleh suara terbanyak dalam Pileg.
"Terlepas aturan dari MD3, tradisinya kan kita mengedepankan musyawarah. Musyawarah rapat konsultasi pengganti Bamus (badan musyawarah) yang pertama ketika setelah pelantikan itu kan sebenarnya tidak secara spesifik diatur di dalam MD3," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
"Itu bentuk kedewasaan, memang biasanya biasanya ya saling menghargai bahwa yang memperoleh suara terbanyak itu ketua. Biasanya seperti itu," ujarnya lagi.
Demokrat
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron mengatakan, revisi UU MD3 belum tentu terjadi meskipun masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas.
Ia menyebutkan, sampai saat ini belum ada fraksi parpol DPR RI yang bergerak untuk mendorong revisi beleid tersebut.
“Belum ada, belum ada fraksi-fraksi yang menyatakan secara resmi untuk merevisi undang-undang itu,” ujar Herman pada Kompas.com, Jumat (5/4/2024).
Terlebih, pihaknya merasa tak punya kepentingan untuk merevisi UU MD3 yang terkait dengan ketentuan kursi pimpinan DPR RI.
"Bagi Demokrat kan belum ada kepentingan, jadi kalau belum ada kepentingan kami wait and see saja,” ucap dia.
Di sisi lain, ia mewajarkan adanya isu soal dugaan revisi UU MD3 bakal dilakukan untuk mencari cara baru menentukan kursi pimpinan DPR RI.
Sebab, kenyataannya, UU MD3 pernah direvisi beberapa kali untuk mencari siapa saja figur maupun parpol yang berhak mendapatkan kursi pimpinan itu.
PKB
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda meminta kursi ketua DPR RI tetap menjadi hak untuk parpol pemenang Pileg.
"Saya ada pada posisi menghormati proses kelembagaan politik dan salah satunya adalah penghormatan partai pemenang pemilu,” ujar Huda di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu.
“Itu penting sebagai tradisi kita menjaga kelembagaan politik,” ucap dia.
Baginya, parlemen harus menghormati sikap masyarakat dengan mengakomodasi parpol yang memperoleh suara terbanyak untuk memimpin DPR RI.
Berdasarkan hasil perhitungan resmi KPU, PDI-P masih menjadi parpol dengan suara terbanyak di Pileg 2024.
Peringkat kedua diraih oleh Partai Golkar yang disusul oleh Partai Gerindra di urutan ketiga.
"Jadi partai pemenang itu saya kira masih perlu diberi penghormatan memimpin DPR,” ucap dia.
Empat fraksi parpol lainnya di DPR, yakni Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN) belum memberikan komentar terkait masuknya revisi UU MD3 dalam daftar Prolegnas Prioritas, hingga kini.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/07/08464861/sikap-fraksi-fraksi-parlemen-usai-revisi-uu-md3-masuk-prolegnas-prioritas