JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menyebut bahwa tajamnya gugatan mereka ke MK terkait pengerahan bantuan sosial (bansos) sebelum Pemilu 2024, bukan berarti kliennya tak suka dengan program tersebut.
"Mas Anies dan Gus Imin bukan tidak suka dengan bansos, bukan menentang kebijakan tentang bansos yang sudah berjalan dari tahun ke tahun, tapi yang tidak suka adalah cara penggunaannya yang disalahgunakan untuk kepentingan elektoral," kata kuasa hukum Anies-Muhaimin, Heru Widodo, kepada wartawan pada Jumat (5/4/2024).
"Kita berharap hari ini jelas terang-benderang. Kalau memang itu melanggar, segera diluruskan, karena ini terakhir ya. Nanti November akan ada hajat, pilkada serentak nasional pertama kali. Kalau ini tidak diluruskan, membahayakan sekali," ujarnya.
Heru cs juga menilai MK serius untuk mengusut dugaan pelanggaran asas pemilu dalam konstitusi pada Pilpres 2024 dan tak membatasi diri hanya mengurusi perolehan suara pasangan capres-cawapres.
Hal ini dibuktikan dengan inisiatif MK memanggil dan mencecar 4 menteri Kabinet Indonesia Maju dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024, Jumat (5/4/2024), berkaitan dengan dalil politisasi bansos oleh Istana guna memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
"Yang menjadi highlight adalah bahwa dalil tentang pelanggaran substantif itu ternyata dinilai dan dipertimbangkan oleh MK," sebut Heru.
Mereka mengapresiasi hal itu karena artinya majelis hakim serius menganggap bahwa penggunaan kebijakan oleh negara untuk kepentingan elektoral merupakan suatu bentuk pelanggaran konstitusi yang oleh karenanya menjadi wewenang MK.
Mereka juga menyampaikan apresiasi karena sejauh perjalanan sidang, majelis hakim juga melontarkan berbagai pertanyaan yang bersumber dari dalil-dalil para pemohon, baik Anies-Muhaimin maupun Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Tak hanya itu, masing-masing dari 8 hakim yang mengadili sengketa Pilpres 2024 seluruhnya mengajukan pertanyaan kepada para menteri dan pertanyaan-pertanyaan itu, menurut Heru, adalah jenis pertanyaan yang kritis.
Ini merupakan kali pertama MK memanggil menteri untuk bicara soal perselisihan hasil pemilu. Hal itu, menurut Heru cs, menunjukkan sebuah hal serius.
Berkaca pada fakta-fakta di atas, Anies-Muhaimin meyakini MK sedang menunjukkan bahwa mereka tak cuma mengurusi urusan kuantitatif berupa perolehan suara, tetapi juga dimensi kualitatif penyelenggaraan pemilu.
Sebagai informasi, MK memanggil 4 menteri Kabinet Indonesia Maju untuk bicara seputar politisasi bantuan sosial (bansos) oleh Presiden Joko Widodo serta pengerahan anggaran negara untuk memenangkan Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, sebagaimana didalilkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK.
Empat menteri itu meliputi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama mempersoalkan mengapa anggaran perlindungan sosial melonjak dibandingkan 2 tahun sebelumnya, bahkan hampir menyamai jumlah saat pandemi Covid-19 melanda pada 2020.
Mereka juga menyoroti keterlibatan aktif Jokowi dalam membagikan langsung bansos tersebut, utamanya berkaitan kunjungan kerja Kepala Negara ke Jawa Tengah yang intensitasnya lebih tinggi ketimbang wilayah lainnya selama masa kampanye Pemilu 2024.
Keempat menteri menyampaikan paparan awal, sebelum kemudian majelis hakim melontarkan aneka pertanyaan kepada mereka.
Hanya majelis hakim yang boleh bertanya kepada mereka. Para pihak dalam sidang ini juga dilarang menyampaikan interupsi.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, Mahkamah tidak memanggil langsung Presiden Jokowi karena menganggapnya tidak elok seorang kepala negara disidang oleh Mahkamah.
Seandainya Jokowi hanya berstatus kepala pemerintahan, menurut dia, MK bakal memanggil yang bersangkutan.
https://nasional.kompas.com/read/2024/04/05/13140841/pengacara-bukannya-anies-muhaimin-tidak-suka-bansos-tapi