Salin Artikel

Saat PT Timah Dicecar Habis dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR...

JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VI dengan PT Timah Tbk., pada Selasa (2/4/2024) lalu berlangsung panas.

Direktur Utama PT Timah Tbk., Ahmad Dani Virsal, dicecar habis-habisan oleh sejumlah anggota Komisi VI DPR RI karena dianggap tidak siap memaparkan data secara lengkap.

Di sisi lain, PT Timah Tbk., juga tengah menjadi sorotan karena berada dalam pusaran skandal korupsi yang menyebabkan kerusakan lingkungan ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

Kasus itu diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang sudah menetapkan 16 tersangka terkait perkara itu.

Bahkan, eks Dirut PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, turut menjadi tersangka dalam kasus itu.

Dalam rapat itu, Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi NasDem, Martin Manurung, menganggap paparan Dani tidak memberikan informasi utuh kepada DPR mengenai kinerja perusahaan.

"Jadi ini pertanyaan teman-teman adalah bapak punya penjelasan ini sama sekali sebenarnya tidak memberikan informasi apapun. Kan banyak informasi yang bisa disampaikan dalam RDP di luar teknis kasusnya," kata Martin, seperti dikutip dari kanal TV Parlemen di YouTube.

Pernyataa Martin kemudian disambut oleh anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Deddy Sitorus. Dia juga merasa tersinggung dengan pemaparan Virsal.

Pada saat itu Deddy sampai meminta supaya rapat dengan PT Timah dihentikan dan diganti di waktu lain lantaran tidak puas dengan paparan yang disampaikan.

"Tapi saya berharap, kita selesaikan saja. Tutup saja ini pertemuan," ujar Deddy.

"Dengan tugas meminta PT Timah memberikan laporan yang lebih terperinci dengan kasus yang sedang hangat," ujar Deddy.

"Kemudian menjelaskan tata niaga itu kok bisa merugikan. Karena dari tahun 2018, tren harga timah itu naik terus, enggak ada cerita (PT Timah) bisa merugi," sambung Deddy.

Rekan Deddy di fraksi PDI-P, Darmadi Durianto, juga kecewa dengan pemaparan Virsal. Bahkan dia menyebut sang Dirut tidak siap untuk rapat bersama Komisi VI DPR.

Kendati demikian, Darmadi menilai wajar jika Virsal agak kebingungan dalam RDP karena baru menjabat sebagai bos PT Timah selama 6 bulan.

"Saya memaklumi sebetulnya karena Bapak kan masih baru kan, baru enam bulan. Tetapi memang jenis presentasi kayak gini dan jawaban yang Bapak gambarkan itu bisa digambarkan Bapak tidak siap," ujar Darmadi.

"Saya juga memahami psikologis Bapak, memimpin PT Timah habis kena kasus besar. Bapak kelihatan stres sekarang, tidak punya nafsu dan tenaga datang ke sini," lanjut Darmadi.

Di sisi lain, Darmadi mengkritik pemaparan laporan dari PT Timah seolah mirip presentasi siswa sekolah dasar (SD).

Sebab menurut Darmadi, Virsal tidak menjelaskan lebih lanjut terkait program-program strategis bakal dilakukan PT Timah buat menggenjot pendapatan.

"Bapak nanti jelaskan juga program strategis ini targetnya apa, ada dua. Ini juga tidak terlihat jelas, ini kayak presentasi anak SD," ujarnya.

Virsal juga dicecar oleh anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Harris Turino.

Harris menyebut laporan PT Timah seolah tidak memiliki kepekaan terkait krisis terkait kasus korupsi yang tengah membelit PT Timah.

"Padahal beberapa direksi PT Timah sebelumnya sekarang berada di tahanan. Seharusnya bapak berangkat dari sini dengan suatu persiapan, itu dijelaskan ada masalah apa di PT Timah," kata Harris.

"Ini kan harus dijelaskan. Bukan malah memaparkan laporan keuangan yang hanya seperti ini," sambung Harris.

Kritik juga datang dari anggota Komisi VI DPR Fraksi Demokrat, Herman Khaeron. Dia menyebut PT Timah tidak mengurus pertambangan timah di Provinsi Bangka Belitung (Babel).

Dalam RPD itu, Herman menyampaikan dia mengetahui hal itu ketika melakukan kunjungan ke Bangka Belitung.

"Saya pernah berkunjung ke PT Timah, saya sengaja dan berkunjung sendiri ke sana dan biaya sendiri," kata Herman.

"Saya bertanya di sekitar masyarakat di sana, memang PT Timah enggak ngurus itu yang namanya kawasan pertambangannya PT Timah dengan baik," ujar Herman.

Dengan PT Timah yang mengabaikan kawasan pertambangannya, Herman menilai hal itu memicu penambang timah ilegal di Bangka Belitung.

Herman berharap dibentuknya Panitia Kerja (Panja) untuk memberikan rekomendasi perombakan manajemen terhadap struktur kepengurusan PT Timah.

"Kita butuh manajerial yang strong, butuh direksi yang strong, yang lempeng, yang sesuai dengan tagline-nya 'Amanah'," kata Herman.

Pada kesempatan yang sama, Virsal memaparkan alasan utama PT Timah merugi akibat penurunan produksi bijih hingga penjualan logam timah pada rentang 2021 sampai 2023.

Virsal menjelaskan, pada 2021, produksi bijih timah mencapai 24.670 ton dan mengalami penurunan pada 2022 menjadi 20.079 ton.

Penurunan kembali terjadi di 2023 lantaran produksi bijih timah hanya 14.855 ton, atau turun 26 persen dari 2022.

Penurunan produksi bijih berdampak terhadap produksi logam timah yang turut mengalami penurunan secara signifikan tiap tahunnya.

Pada 2021, produksi logam timah dapat mencapai 26.465 metrik ton dan terus turun sampai 2023 dengan produksi hanya 15.340 metrik ton.

Hal itu juga berefek pada penjualan logam timah yang turut mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir yaitu 26.602 metrik ton (2021), 20.805 metrik ton (2022), dan 14.385 metrik ton (2023).

Deretan penurunan ini turut berdampak pada pendapat dari PT Timah itu sendiri.

Virsal mengungkapkan pada 2021, pendapatan PT Timah mencapai Rp 14,6 triliun. Namun, pada 2022 pendapatan PT Timah turun menjadi Rp 12,5 triliun.

Penurunan kembali terjadi pada 2023 dengan hanya memperoleh pendapat Rp 8,3 triliun.

Pada 2023, PT Timah justru mengalami kerugian hingga Rp 450 miliar.

Padahal di 2 tahun sebelumnya selalu memperoleh laba yaitu sebesar Rp 1,3 triliun (2021) dan Rp 1 triliun (2022).

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/04/09510081/saat-pt-timah-dicecar-habis-dalam-rapat-dengar-pendapat-di-dpr

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke