Salin Artikel

Kasus Magang di Jerman, Tuntutan Pendidikan Tinggi Dianggap Turut Andil

JAKARTA, KOMPAS.com - Tuntutan sistem pendidikan tinggi di Indonesia yang mencoba mengarahkan para calon sarjana siap menghadapi dunia kerja, daripada mendorong mereka ke arah pengembangan ilmu pengetahuan, dianggap menjadi salah satu faktor memicu para mahasiswa tergiur dan terjebak tawaran kerja paruh waktu di luar negeri.

Hal itu disampaikan Direktur Migrant Care Wahyu Susilo menanggapi kasus penyimpangan kerja paruh waktu (ferienjob) yang dialami 1.047 mahasiswa Indonesia di Jerman.

"Saya kira memang arahan dari dunia pendidikan, terutama di Dikti (pendidikan tinggi), itu dengan mengulangi lagi konsep link and match," kata Wahyu saat dihubungi pada Selasa (2/4/2024).

Menurut Wahyu, dengan menerapkan konsep itu dalam pendidikan tinggi maka pemerintah sama saja mengarahkan para calon sarjana berlomba-lomba mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja terampil dan mempunyai kemampuan dalam menghadapi dunia kerja dan industri.

Padahal, kata Wahyu, seharusnya perguruan tinggi juga mendorong para mahasiswa buat mengembangkan keilmuan yang mereka miliki dengan sokongan dari pemerintah.

"Ini memang menjadikan lulusan-lulusan perguruan tinggi itu memang menjadi sekrup industri, menjadi bagian dari industrialisasi dan belum mengarah kepada bagaimana peningkatan knowledge, teknologi," ucap Wahyu.

Sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja dengan modus magang di Jerman (ferienjob) pada Oktober sampai Desember 2023. Seluruhnya sudah dipulangkan setelah kasus itu terungkap.

Pihak kepolisian kini tengah mendalami dan memeriksa sejumlah pihak terkait kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini.

"Polri akan meminta keterangan dan kami bekerja sama dengan semua pihak terkait termasuk Kemendikbud," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (22/3/2024).

Trunoyudo membeberkan, kasus TPPO berkedok program magang di Jerman ini terungkap setelah empat mahasiswa yang sedang mengikuti ferienjob (kerja paruh waktu untuk mahasiswa) mendatangi KBRI Jerman.

Setelah ditelusuri KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.

"Namun, mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi," kata Trunoyudo.

Awalnya, para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB terkait program magang di Jerman.

Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp 150.000 ke rekening PT CVGEN, serta membayar sebesar 150 euro (sekitar Rp 2,5 juta) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.

Setelah LOA terbit, korban harus membayar sebesar 200 euro (sekitar Rp 3,4 juta) lagi kepada PT SHB untuk pembuatan perizinan (approval) otoritas Jerman atau izin kerja (working permit).

Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp 30 juta-Rp 50 juta di mana pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.

Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan izin kerja untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/03/03340051/kasus-magang-di-jerman-tuntutan-pendidikan-tinggi-dianggap-turut-andil

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke