Salin Artikel

MK Memanggil 4 Menteri

Para menteri tersebut dipanggil untuk memberi kesaksian dalam perselisihan hasil pemilihan umum presiden/wakil presiden (Pilpres 2024). MK telah membuat terobosan dan memberi harapan. Harapan tentang tegaknya demokrasi yang diproses secara jujur dan adil.

Apa arti pemanggilan tersebut?

MK memberi sinyal bahwa lembaga tersebut, dalam menyelesaikan sengketa Pilpres 2024, tidak ingin sekadar berkutat pada angka statistik yang rigid dan menganut pola mayoritas versus minoritas.

MK ingin keluar dari pakem bilangan dan angka, semisal berapa jumlah TPS yang bermasalah, berapa saksi yang menyaksikan kertas suara dilubangi sebelum jam pencoblosan, dan sebagainya.

MK berkehendak dan bertekad bahwa keadilan itu tidak bisa diukur hanya dengan deretan-deretan hitungan. MK ingin mewujudkan substansi keadilan.

Saya pikir, MK kali ini, setelah diterpa topan hujatan lantaran tabiat Anwar Usman (mantan Ketua MK), ingin menegakkan dan mengutamakan prinsip moralitas, dibanding prinsip pembuktian yang menitikberatkan pada pembuktian statistik.

Wilayah edar moralias memang bukan pada penampakan fisik semata. Ia mengendap dalam sanubari.

Dengan pemanggilan keempat menteri ini, jelas bagi saya, MK ingin menelusuri keterkaitan pembagian bantuan sosial (bansos) dengan penyelenggaraan Pilpres 2024.

Maklum, narasi sosial tentang ketidakjujuran Pilpres 2024 yang berhembus kencang belakangan ini, banyak mengaitkannya dengan pembagian bansos. Malah, ada data bahwa 26 juta orang yang memilih pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming karena bansos belaka.

Sasaran keraguan publik adalah Presiden Jokowi yang diyakini memainkan bansos untuk memenangkan pasangan calon no urut 2 tersebut. Bahasa Inggrisnya adalah too obvious and too much.

Gibran adalah anak kandung Jokowi. Untuk proses pencalonan putranya itu, Jokowi menempuh pelbagai siasat politik. Maka, untuk memenangkannya pun, serta merta segala cara bisa dihalalkan. Ya, termasuk bagi-bagi bansos tadi.

Apakah secara hukum Jokowi salah dalam membagi bansos? Bukankah bansos itu adalah undang-undang yang disetujui oleh rakyat melalui perwakilannya di DPR RI?

Tidak ada yang salah selama itu dijalankan dengan benar. Keraguan publik tentang kejujuran Jokowi mengenai bansos itu, adalah momentum pembagiannya.

Mengapa pembagian itu secara masif dilakukan menjelang Pilpres 2024? Target dan sasarannya pun sangat krusial karena pembagiannya dilaksanakan dengan metode ala kadarnya, serampangan dan acak.

Selama ini, target populasi yang berhak menerima bansos, sudah terpetakan dengan jelas. Nama dan alamat terang benderang. Karena itu, metode distribusinya sangat terukur. Bukan dibagi-bagi begitu saja. Tidak dilempar di tengah kerumunan massa.

Lalu, saya pun membayangkan, MK mencecar pertanyaan pada Airlangga Hartarto, bagaimana sebenarnya strategi pengentasan, penanggulangan dan pencegahan kemiskinan di republik kita.

Apakah alasan El Nino sungguh-sungguh memiliki korelasi dengan strategi tadi? Dan mengapa baru menjelang pilpres 2024 bagi-bagi bansos itu dilakoni?

Para hakim MK sebaiknya meminta buku perencanaan pemerintah mengenai hal-hal tersebut.

Malah, MK perlu meminta risalah rapat tentang ini, baik di internal lembaga yang dipimpin Airlangga, maupun risalah rapat yang dilakukan antarinstansi. Ini semua bisa menguak tabir ketidakbenaran.

Untuk Menteri Muhadjir Effendy, MK sangat layak mencecar pertanyaan mengenai angka-angka kemiskinan dan orang-orang yang berpotensi terlilit kemiskinan.

Sebaran wilayahnya di mana saja, dan fluktuasi kemiskinan dan kerentanan kemiskinan di tahun, bulan dan minggu-minggu kapan terjadi. Itu semua ada datanya. Dan memang di sinilah sumber fitnah yang disampirkan di pundak Jokowi.

Dan yang paling penting, para hakim diharapkan menggeledah risalah rapat antarinstansi mengenai rencana dan strategi pengentasan kemiskinan melalui bansos. Ini sangat krusial karena Muhadjir Effendy adalah menko yang secara khusus menangani isu-isu kemiskinan.

Dalam kaitan pertanyaan ke Muhadjir Effendy, ada baiknya pula BPS dipanggil untuk mengurai hal ini secara detail.

Buat Sri Mulyani, Menteri Keuangan, kejelian para hakim MK untuk bertanya hal-hal yang berkaitan dengan porsi dan distribusi keuangan kita, terutama alokasi bansos.

Berapa jumlah bansos yang semestinya dan telah direstui oleh DPR, dan berapa gelontoran bansos yang muncul belakangan dan bagaimana membenarkan alokasi dadakan tersebut.

Apakah alokasi dadakan ini memang biasa terjadi dan apa parameter yang jelas untuk membenarkannya?

Selanjutnya, bagaimana penggelontoran dana bansos dadakan tersebut bisa memengaruhi kondisi keuangan negara? Dan, super penting, siapa yang memerintahkan dan mendesakkan keinginan untuk membuat perencanaan serta eksekusi pemberian bansos dadakan itu?

Para hakim MK perlu memaklumi bahwa Sri Mulyani seorang yang amat piawai memberi justifikasi tentang apa yang dilakukannya.

Kita tentu masih ingat sekian puluh tahun silam, dalam kasus Bank Century, Sri Mulyani dapat membius semua orang mengenai kondisi ekonomi Indonesia yang bakal apes bila bank tersebut tidak ditalangi.

Di sini, Sri Mulyani mahir berselancar dalam wilayah asumsi. Dan bisa terjadi lagi, Sri Mulyani sukses meyakinkan para hakim dan publik dengan argumentasi asumsi pula.

Dalam konteks ini, para hakim sebaiknya tidak membiarkan Sri Mulyani memperagakan kepintarannya dalam membangun asumsi yang selalu meninggalkan misteri berkepanjangan.

Saya amat percaya, Sri Mulyani, untuk dirinya sendiri, sangat jujur. Tidak macam-macam. Namun, Sri Mulyani memiliki kesantunan yang sangat luar biasa untuk tidak membeberkan aib. Sri Mulyani belum mahir membuka tabir bau yang menusuk.

Terakhir, untuk Tri Rismaharini, Menteri Sosial, para hakim MK sangat penting memulai pertanyaan: sejak kapan ia mulai tidak diberi atau dikurangi porsi keterlibatannya dalam hal bansos. Dan bagaimana proses itu terjadi.

Apakah cukup dengan gerakan senyap yang berlangsung begitu saja, ataukah ada perintah dari orang tertentu?

Berapa sebenarnya anggaran bansos yang dikelola Kemensos dan bagaimana selama ini mengeksekusi bansos tersebut?

Mekanisme dan metode distribusi bansos yang dilakukan oleh Kementerian Sosial selama ini bagaimana, dan apakah mekanisme serta metode tersebut efektif dan taat azas? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat layak ditanyakan para hakim MK ke Menteri Sosial.

Saya berharap, pemanggilan empat menteri tersebut, bukan babakan lanjutan dalam drama politik dan demokrasi di negeri kita, yang penuh aib dan tuna akhlak itu.

Pemanggilan tersebut sungguh-sungguh adalah niat dan ikhtiar serius para anak bangsa yang berjubah hitam, untuk merawat demokrasi demi terwujudnya keadilan. Tabiat hitam Anwar Usman cukup sampai di sini saja.

Selamat menegakkan demokrasi demi keadilan, wahai anak bangsa, para pria dan wanita berjubah hitam.

https://nasional.kompas.com/read/2024/04/02/09384981/mk-memanggil-4-menteri

Terkini Lainnya

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke