JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menganggap aneh sikap pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang baru mempersoalkan pencalonan calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka setelah KPU menetapkan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal ini disampaikan kuasa hukum KPU, Hifdzil Alim, dalam sidang sengket hasil Pilpres 2024 dengan agenda mendengarkan jawaban KPU selaku termohon di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (28/3/2024).
"Tampak aneh apabila pemohon baru mendalilkan dugaan tidak terpenuhinya syarat formil calon presiden wakil presiden setelah diketahui hasil penghitungan suara," kata Hifdzil, Kamis.
Hifdzil pun ragu Anies-Muhaimin akan menggugat pencalonan Gibran tersebut apabila mereka yang keluar sebagai pemenangan Pilpres 2024.
"Pertanyaan adalah, andai kata pemohon memperoleh suara terbanyak dalam pemilu 2024 apakah pemohon akan mendalilkan dugaan tidak terpenuhinya pasangan calon? Tentu jawabannya tidak," ujar dia.
Pasalnya, sejak Gibran ditetapkan sebagai calon wakil presiden, kubu Anies-Muhaimin tidak pernah melayangkan keberatan kepada KPU.
Sebaliknya, kata Hifdzil, Anies-Muhaimin bersama pasangan Prabowo-Gibran justru mengikuti tahapan pengundian nomor urut dan debat kampanye Pilpres 2024.
"Bahkan pada metode debat kampanye, pemohon saling melempar pertanyaan, jawaban serta sanggahan, dalam semua kesempatan kampanye metode debat," ujar dia.
Oleh karena itu, KPU menilai dalil Anies-Muhaimin yang menganggap pencalonan Gibran tidak memenuhi syarat formil tidak dapat diterima.
"Dalil pemohon yang menuduh termohon sengaja menerima pencalonan pasangan calon nomor urut 2 secara tidak sah dan melanggar hukum sebagaimana tercantum dalam permohonan pemohon pada halaman 22 sampai dengan halaman 34 adalah dalil yang tidak berdasar dan mengada-ada," kata Hifdzil
Sebagai informasi, Anies-Muhaimin menjadi pasangan pertama yang mendaftarkan gugatan sengketa ke MK yakni pada Kamis (21/3/2024).
Dalam sengketa Pilpres 2024, hanya 8 dari 9 hakim konstitusi yang ada yang diperbolehkan mengadili perkara ini.
Eks Ketua MK, Anwar Usman, sesuai Putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023 dilarang terlibat.
Anwar yang notabene ipar Presiden Joko Widodo itu sebelumnya dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dalam penanganan dan penyusunan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan usia minimum capres-cawapres.
Putusan ini kemudian membukakan pintu untuk keponakannya, Gibran Rakabuming Raka (36), maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal status Wali Kota Solo kendati belum memenuhi syarat usia minimum 40 tahun.
Dalam gugatannya ke MK, Anies-Muhaimin meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.
Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.
Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.
Di samping itu, Anies-Muhaimin juga mendalilkan terlanggarnya asas-asas pemilu di dalam UUD 1945 berkaitan dengan nepotisme Jokowi dan pengerahan sumber daya negara untuk bantu mendongkrak suara Prabowo-Gibran.
Berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 360 Tahun 2024, Anies-Muhaimin mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.
Pasangan itu tertinggal jauh dari Prabowo-Gibran yang memborong 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.
Sementara itu, Ganjar-Mahfud hanya sanggup mengoleksi 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/28/14211911/kpu-sindir-anies-muhaimin-baru-persoalkan-pencalonan-gibran-setelah-hasil