Salin Artikel

Sidang Sengketa Pilpres, Kapasitas Jokowi Gunakan Intelijen untuk Tahu Arah Parpol Dipertanyakan

JAKARTA, KOMPAS.com - Kubu calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mempertanyakan kapasitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan intelijen untuk mengetahui arah sikap partai politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Pertanyaan tersebut disampaikan Tim Hukum Anies-Muhaimin, Bambang Widjojanto, dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024).

Bambang mempertanyakan hal itu dalam paparannya pada bagian “keterlibatan aparat negara untuk memenangkan paslon 02”.

“Awalnya, presiden menyalahgunakan fasilitas negara yang menyatakan bahwa dirinya mendapatkan informasi dari komunitas intelijen mengenai surveillance partai politik, itu tanggal 16 September 2023,” kata Bambang.

Bambang pun mempertanyakan kapasitas Jokowi menggunakan data intelijen untuk mengatahui arah parpol.

“Timbul pertanyaan: dalam kapasitas apa Presiden Jokowi menggunakan BIN (Badan Intelijen Negara) untuk mengetahui data survei dan arah partai politik?” tutur Bambang.

“Apakah sebagai kepala pemerintahan, pelaku politik, atau yang terafiliasi dengan kepentingan calon?” kata eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Bambang mengatakan, selain menggunakan intelijen sebagai upaya memenangkan kontestasi Pilpres 2024, Presiden Jokowi menggerakan atau setidaknya membiarkan para menterinya berkampanye memenangkan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Diandra Megaputri Mengko mengatakan, sesuai dengan ketentuan hukum, khususnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen, presiden tentu dapat menggunakan data intelijen dan mengerahkan intelijen.

Namun, kata Diandra, persoalannya bukan penggunaan dan pengerahan intelijen oleh Presiden Jokowi.

“Tetapi pada peruntukkannya, dalam konteks ini adalah untuk memonitor dinamika internal partai politik,” kata Diandra kepada Kompas.com, Rabu.

Diandra menyebut, peruntukan atau ruang kerja intelijen negara sudah cukup jelas diatur dalam UU Intelijen. Intinya untuk mengantisipasi dan menghalau segala bentuk ancaman terhadap keamanan nasional.

“Sehingga peristiwa pengerahan intelijen untuk memonitor dinamika internal partai politik mengindikasikan adanya permasalahan, karena hingga saat ini tidak jelas, apa alasan menempatkan partai politik sebagai ancaman keamanan nasional?” tutur Diandra.

Terlebih, tidak ada argumentasi ancaman keamanan nasional apa pun yang dinyatakan oleh pemerintah terkait parpol usai pernyataan Jokowi itu.

“Praktik semacam ini memang mengindikasikan adanya penyalahgunaan intelijen. Karena balik lagi, intelijen negara yang seharusnya digunakan untuk menghadapi ancaman keamanan nasional, tetapi pada kasus ini terindikasi digunakan untuk sesuatu yang di luar ancaman keamanan nasional, dan lebih mengindikasikan penggunaannya untuk kepentingan kelompok,” kata Diandra.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/27/18572441/sidang-sengketa-pilpres-kapasitas-jokowi-gunakan-intelijen-untuk-tahu-arah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke