"Kita tidak mengenal restorative justice atau penyelesaian di luar hukum atau perdamaian untuk kasus kekerasan seksual," kata Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024).
Bahrul mengatakan, peristiwa inses di Bengkulu bisa dikarenakan budaya patriarki yang masih menganggap perempuan sebagai obyek seksual.
Kekerasan seksual juga sering dikenal sebagai aib bagi korban maupun pelaku sehingga dinilai harus disembunyikan.
"Dan pelakunya biasanya kerabat, dan ini adalah dalam rangka menutupi aib pelaku dan keluarga itu," tutur Bahrul.
Penutupan kasus yang terjadi sejak 2021 itu tak semestinya dibenarkan. Sebab, kata Bahrul, kekerasan seksual tidak mengenal penyelesaian dengan jalan damai.
"Apalagi ini pelakunya adalah kakak kandung dan itu kalau dalam UU TPKS ada tambahan hukuman sepertiga," kata dia.
Pelaku berinisial KH (21) memperkosa adiknya berinisial RI (16) sejak tahun 2021 dan sempat melahirkan anak yang kini berusia 2 tahun.
Kasi Humas Polres Rejang Lebong, AKP Sinar Simanjuntak menyatakan, pengungkapan kasus asusila kakak hamili adik kandung ini terjadi pada Senin (18/3/2034).
Saat ini, terduga pelaku berinisial KH (21) yang merupakan kakak kandung korban telah diamankan.
"Untuk pelaku sudah diamankan, korban juga didampingi sekarang, masih pengembangan lebih lanjut," ucap Sinar.
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/26/05524091/soal-inses-di-bengkulu-komnas-perempuan-tak-ada-restorative-justice-untuk