JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) berpotensi diutak-atik kembali demi memperebutkan kursi Ketua DPR RI periode 2024-2029 lewat jalur revisi.
Potensi itu bukan tanpa alasan. Sebab, sejauh ini, UU tersebut mencatatkan rekor sebagai UU yang paling banyak direvisi. Sejak tahun 2014-2019, UU tersebut sudah direvisi beberapa kali.
Seluruh revisi ini tak lain bertujuan untuk bagi-bagi kursi antara anggota DPR sekaligus memperkuat kewenangan para wakil rakyat.
Kemungkinan adanya revisi UU MD3 juga diaminkan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo. Kendati begitu, revisi UU MD3 perlu dilihat trennya terlebih dahulu.
"Kemungkinan ada, cuma kita lihat trennya," kata Bamsoet saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Rebut kuasa PDI-P
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, revisi UU MD3 dapat bergulir jika partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo Subianto ingin merebut kursi Ketua DPR RI yang dipegang PDI-P.
PDI-P dipastikan mengamankan kursi Ketua DPR RI karena meraih suara terbanyak berdasarkan hasil Pemilu Legislatif tahun 2024. PDI-P mendapatkan suara sebesar 25.387.279 suara dari total 84 daerah pemilihan (dapil).
Dengan begitu, PDI-P berhasil meraup 16,72 persen suara.
Menurutnya, koalisi pendukung Prabowo tidak akan begitu saja merelakan kursi Ketua DPR RI dipegang oleh PDI-P. Apalagi, bila PDI-P memutuskan untuk menjadi oposisi.
Jabatan ini adalah posisi yang sangat strategis, salah satu perannya adalah menentukan agenda pembahasan dan kegiatan DPR serta menjadi pintu masuk pemerintah ke parlemen.
Sementara, berdasarkan hasil Pemilu 2024, parpol anggota KIM yakni Golkar dan Gerindra diperkirakan hanya akan menduduki posisi wakil ketua DPR.
"Parpol pendukung pemerintah Prabowo-Gibran hampir pasti sangat berkepentingan memastikan kendali parlemen di bawah genggaman mereka. Karena itu, jalan merevisi UU MD3 itu sangat mungkin akan terjadi di enam bulan ke depan," kata Lucius kepada Kompas.com, Jumat (22/3/2024).
Posisi seksi
Sulit dimungkiri, posisi Ketua DPR RI merupakan posisi yang sangat krusial. Tak heran, posisi ini menjadi rebutan tiap politisi, khususnya partai-partai politik pendukung pemerintah.
Lewat posisi itulah, pemerintah memiliki peluang agar segala program-program unggulan mudah didukung oleh parlemen. Posisinya akan cukup sulit bila tampuk kepemimpinan diambil oleh partai-partai oposisi.
"Akan tetapi, jika posisi ketua DPR ada di tangan oposisi, tentu peluang munculnya hambatan selalu bisa terjadi," ujar Lucius.
Memang, Ketua DPR tidak otomatis menentukan sikap politik parlemen secara keseluruhan. Namun, secara kelembagaan, Ketua DPR menjadi pintu masuk yang potensial bagi pemerintah ke anggota Dewan.
Salah satu contohnya, surat dari pemerintah untuk mengusulkan atau meminta dukungan parlemen terkait kebijakan tertentu disampaikan melalui ketua DPR.
Ketua DPR juga Ketua Badan Musyawarah DPR yang bertugas menentukan agenda pembahasan dan kegiatan DPR. Jika diambil oposisi, permintaan pemerintah tesebut bisa diabaikan.
"Jika Ketua DPR mengabaikan atau ingin menghambat permintaan pemerintah, ya tinggal gagalkan saja permintaan pemerintah itu untuk diagendakan di paripurna," kata Lucius.
Bantahan Gerindra
Dua minggu lalu, Partai Gerindra sempat membantah akan membuka peluang revisi UU MD3.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya tidak mewacanakan untuk mengubah UU MD3 terkait penentuan Ketua DPR.
Menurut dia, yang perlu dilakukan saat ini adalah menjaga stabilitas politik.
"Sampai hari ini, Gerindra tidak mewacanakan untuk mengubah UU MD3 lewat tatib (tata tertib) apa pun yang menyangkut hal itu. Untuk apa? Untuk menimbulkan stabilitas politik supaya kita tenang. Kita tetap guyub," ujar Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Muzani mengatakan, aturan dalam undang-undang tersebut akan diikuti untuk menentukan ketua DPR selanjutnya.
Jika mengacu ketentuan yang ada saat ini, kursi ketua DPR diberikan kepada partai politik yang berhasil meraih suara terbanyak.
"UU MD3 menegaskan bahwa Ketua DPR dijabat oleh parta politik peserta pemilu yang diikuti oleh jenjang berdasarkan urut kacang. Kan gitu. Ya sudah itu saja diikutin," kata Muzani.
Lantas, apakah UU MD3 akan direvisi kembali?
https://nasional.kompas.com/read/2024/03/23/11585851/uu-md3-berpeluang-diutak-atik-demi-kursi-ketua-dpr