Salin Artikel

Pesta Semu Demokrasi

Untuk hasil dan penetapan para pejabat politik terpilih (elected officials), kita menunggu hasil penghitungan berjenjang (real count) yang dilakukan KPU di semua tingkatan.

Meskipun telah usai dan berlangsung relatif damai dan tertib, Pemilu 2024 menyisakan catatan-catatan penting terkait perkembangan demokratisasi di Indonesia. Salah satunya adalah perihal perilaku pemilih yang setiap pemilu selalu mengalami perubahan.

Apa sebenarnya yang menggerakkan pemilih untuk datang ke TPS dan memberikan suara kepada kandidat maupun partai politik tertentu? Dari banyaknya nama kandidat, apa yang membuat pemilih mencoblos satu nama maupun satu partai politik?

Politik uang yang masif

Ada banyak faktor sebenarnya yang memengaruhi perilaku pemilih. Tanpa mengabaikan keragaman faktor tersebut, dalam Pemilu 2024 ini, saya menemukan bagaimana kekuatan uang mampu memengaruhi pilihan pemilih.

Dalam banyak kasus, uang –dalam arti politik uang– tidak sekadar memengaruhi, melainkan menentukan preferensi politik pemilih.

Setidaknya fenomena ini yang saya saksikan selama seminggu terakhir menjelang hari pencoblosan di daerah saya di Jawa Timur.

Transaksi politik uang juga terjadi di hampir semua wilayah Indonesia, yang sebenarnya bukan fenomena politik baru, tetapi telah menjelma ‘budaya politik’ kita.

Saya meyakini, semua pihak mengetahui praktik jual beli suara ini, mulai dari kandidatnya, pemilihnya hingga penegak hukumnya, dan bahkan penyelenggara pemilunya. Istilahnya sudah ‘tahu-sama-tahu’.

Persoalannya, kita tidak pernah beranjak dari sekadar ‘tahu-sama-tahu’ untuk menemukan formula kebijakan yang tepat terkait pengelolaan uang dalam politik.

Alih-alih menyusut, politik uang semakin masif dan meluas. Bahkan, uang saja tidak cukup untuk mengarahkan pilihan pemilih. Perlu pelapis seperti paket sembako dan bantuan lainnya.

Kadang, uang dan sembako masih belum cukup. Perlu ‘dikemas’ dengan kegiatan sosial-keagamaan secara rutin seperti majelis taklim, majelis shalawat dan lain sebagainya.

Itu pun masih dengan catatan, agar besaran logistik yang dikeluarkan sesuai dengan besaran suara yang diperoleh, maka perlu middle-man tepat sebagai jembatan antara kandidat dan pemilih.

Kita menyebut middle-man itu dengan pelbagai istilah, tim sukses, broker politik, makelar suara atau apapun namanya. Dan untuk middle-man ini, ada ongkos politik khusus yang harus dikeluarkan lagi.

Politik uang berlapis-lapis tersebut biasanya terjadi dalam kompetisi elektoral di tingkat DPRD kabupaten atau kota. Semakin sempit wilayah kompetisinya, semakin sengit pertarungan antarkandidat.

Karena cakupan yang tidak luas, para kandidat berebut pemilih yang relatif sama, baik dari segi suku, agama maupun budaya.

Sehingga, banyaknya uang dan paket sembako yang dibagikan menjadi pembeda antarkandidat yang akan menentukan arah suara pemilih.

Jika kandidat bernasib baik, maka suara satu keluarga akan diberikan semuanya. Jika bernasib kurang beruntung, maka kandidat akan bertemu dengan keluarga yang membagi suara untuk beberapa kandidat –suami ke kandidat A, istri ke kandidat B dan anaknya ke kandidat C– karena telah menerima uang dan sembako lebih dari satu kandidat dengan besaran yang hampir sama.

Jika bernasib sial, maka kandidat tidak memperoleh suara sama sekali karena telah ‘ditimpa’ oleh kandidat lain dengan besaran politik uang yang lebih besar.

Di tingkat DPRD provinsi dan DPR RI, pertarungan antarkandidat di akar rumput tidak begitu kompetitif karena faktor kedekatan.

Kompetisi sesungguhnya terjadi antarkandidat di internal partai politik masing-masing. Banyak rakyat tidak mengenal para kandidat di tingkatan tersebut.

Berbeda dengan tingkat kabupaten atau kota yang kandidatnya berasal dari kampung setempat. Bisa jadi tetangga kampung, tetangga desa dan paling jauh tetangga kecamatan.

Lalu apa yang membuat pemilih mengenal kandidat di tingkatan lebih tinggi? Tentu, ada alat peraga kampanye dan media sosial, yang mudah sekali diabaikan oleh pemilih.

Dalam konteks ini, uang menjadi perantara yang melipat jarak tersebut, yang menentukan pilihan politik pemilih.

Karena wilayah kompetisi yang luas dan pertarungan antarkandidat yang tidak begitu kompetitif di akar rumput, besaran politik uang yang dikeluarkan untuk satu pemilih tidak sebesar kandidat di tingkat kabupaten atau kota.

Kekecewaan dan politik uang

Dengan masifnya politik uang, tak heran jika pemilu disebut sebagai pesta rakyat. Seolah-olah, dengan uang yang diperolehnya, rakyat berpesta. Namun yang terjadi adalah pesta semu. Dalam hal ini, rakyat tak bisa disalahkan.

Kekecewaan demi kekecewaan terhadap elite politik, baik di tingkat lokal maupun nasional, memaksa rakyat bersikap pragmatis dalam pemilu.

Mulai dari janji yang tidak ditepati, pungli ketika berurusan dengan pemerintahan di semua tingkatan, kepentingan publik yang diabaikan hingga perilaku korupsi para elite.

Daripada tidak memperoleh apa-apa, lebih baik menerima uang beserta paket sembako untuk sekadar bertahan hidup untuk beberapa hari ke depan.

Rakyat memaknai pemilu dengan sederhana, namun sangat mendalam: setelah ini, kita akan hidup dengan perjuangan masing-masing.

Padahal, di masa awal reformasi, ketika pemilihan langsung bergulir, saya menyaksikan bagaimana antusiasme rakyat di kampung saya mencoblos kandidat legislatif terdekat tanpa iming-iming politik uang, namun dengan menaruh harapan besar demi perbaikan kehidupan masyarakat secara kolektif lebih baik.

Setelahnya, yang diperoleh rakyat adalah kekecewaan bertubi-tubi, sehingga aspirasi kolektif dalam pemilu bergeser menjadi semangat individualistis.

Jika rakyat tak bisa disalahkan dalam konteks politik uang, bagaimana dengan elite politik?

Dilematis. Ekosistem politik kita hari ini memaksa elite politik untuk menggunakan politik uang sebagai salah satu strategi demi memperoleh suara elektoral. Jika tidak, maka elite yang lain akan menggunakannya dan begitu seterusnya.

Kompetisi antarelite dan pergeseran perilaku pemilih kita turut bertanggungjawab dalam mensukseskan pesta ‘semu’ demokrasi ini. Sampai kapan ini akan terjadi? Wallahu A'lam.

https://nasional.kompas.com/read/2024/03/06/16200561/pesta-semu-demokrasi

Terkini Lainnya

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Nasional
Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Nasional
Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Nasional
Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Nasional
Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Nasional
Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke