Hal ini merupakan salah satu hasil temuan dalam survei pascapemilu (post-election survey) yang mereka gelar pada 19-21 Februari 2024.
Dalam survei pascapemilu itu, tingkat kepuasan publik mencapai 83,6 persen. Padahal, pada hari pemungutan suara, tingkat kepuasannya mencapai 94,5 persen.
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menilai bahwa penurunan ini signifikan karena angkanya cukup lebar dalam waktu yang sempit.
"Misalnya kita survei lagi 10 hari lagi, mungkin tingkat kepuasannya turun lagi," ujar Djayadi dalam rilis temuan LSI secara daring, Minggu (24/2/2024).
Ia berpendapat, penurunan ini salah satunya terjadi karena publik dibuat tahu tentang beberapa kontroversi yang mengiringi penyelenggaraan Pemilu 2024 melalui ragam pemberitaan.
Ada kontroversi soal kesalahan penghitungan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU. Ada juga berbagai pemberitaan soal digelarnya pemilu ulang di banyak wilayah.
Rekomendasi Bawaslu, misalnya, 780 TPS harus menyelenggarakan pemungutan suara ulang dan KPU sudah menjadwalkan 686 di antaranya.
Dalam rentang waktu yang sama, responden yang menjawab "kurang puas" naik dari 4,4 ke 8,3 persen, "tidak puasa sama sekali" juga meningkat tajam dari 0,5 ke 5,5 persen.
Jurdil kian dipertanyakan, angket makin relevan?
Tren yang sama juga terlihat pada tingkat penilaian publik terhadap kejujuran dan keadilan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Dalam survei pascapemilu itu, responden yang menilai Pemilu 2024 berlangsung jujur dan adil hanya 76,4 persen. Padahal, pada hari pemungutan suara, angkanya menyentuh 94,3 persen.
Djayadi mengatakan, penurunan tajam ini terbilang parah.
"Ada penurunan tingkat keyakinan masyarakat terhadap jurdilnya proses pemilu kalau dilihat dari data ini," kata Djayadi.
"Turunnya hampir 20 persen. Penurunan yang sangat signifikan," ucap dia.
Secara rinci, responden yang menilai pelaksanaan Pemilu 2024 sangat jujur dan adil terjun bebas dari 45,5 persen ke 17,6 persen saja.
Selisih ini tidak dapat mengompensasi kenaikan responden yang menganggap pelaksanaan pemilu cukup jujur dan adil, yakni hanya 58,8 persen dari sebelumnya 48,8 persen.
Secara politik, narasi soal kejujuran dan keadilan yang tercederai Pemilu 2024 semakin kuat berembus.
Bukan cuma dari kelompok masyarakat sipil, partai-partai politik pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mulai satu suara soal wacana menggulirkan hak angket parlemen untuk mengangkat isu ini.
Ganjar telah mendorong dua partai politik pengusungnya, PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), menggunakan hak angket di DPR.
Menurut dia, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.
"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).
Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), disebut setuju.
“Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies saat ditemui di Kantor Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/26/09224611/ketika-kepuasan-publik-terhadap-pemilu-2024-merosot-narasi-soal-kejujuran