JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka punya PR besar untuk menjaga stabilitas politik ke depan.
Sebab, meski pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 itu unggul jauh pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 menurut hasil hitung cepat, namun, Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo berada di urutan ketiga dalam pemilu legislatif (pileg).
Perolehan suara partai berlambang garuda itu “hanya” sekitar 13 persen, tak lebih besar dari PDI Perjuangan dan Partai Golkar.
“Konsekuensinya, Prabowo akan memiliki tingkat ketergantungan politik yang sangat tinggi untuk menjaga stabilitas politik dan pemerintahannya di fase transisi awal kekuasaan yang seringkali penuh turbulensi,” kata Umam kepada Kompas.com, Senin (19/2/2024).
Untuk menjaga stabilitas politik, kata Umam, Prabowo harus bisa mengumpulkan setidaknya 70 persen kekuatan politik di parlemen.
Oleh karenanya, kubu Prabowo diyakini tengah berupaya merayu partai-partai politik di luar gerbongnya, untuk bergabung ke pemerintahan kelak.
Situasi ini pun dinilai sebagai peluang emas bagi partai-partai menengah untuk putar balik dari koalisi lama, dengan membelot pada kubu pemenang. Sebab, partai-partai kelas tengah cenderung tidak siap berhadap-hadapan dengan kekuasaan.
“Mereka juga tampaknya tidak siap untuk menanggung risiko dan konsekuensi ekonomi-politik dan stabilitas internal partainya ketika mereka harus berpuasa dari kekuasaan,” ujar Umam.
Atas situasi tersebut, PDI-P dinilai berpeluang untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo, namun juga tak menutup peluang menempatkan diri sebagai oposisi.
Sebagai petinggi partai, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani diyakini lebih fleksibel dan berpotensi membuka ruang negosiasi dengan kubu lawan. Akan tetapi, langkah partai banteng bergantung pada keputusan ibunda Puan yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri.
Sementara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang perolehan suaranya dalam pileg kian melemah diyakini bakal bergabung ke pemerintahan yang berkuasa.
Partai Nasdem pun diprediksi bergabung ke kubu Prabowo. Apalagi, baru-baru ini Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, bertemu secara empat mata dengan Presiden Joko Widodo.
Pun Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kendati pernah mesra dengan Gerindra pada pemerintahan Jokowi periode pertama, namun, partai yang dimotori Ahmad Syaikhu itu selama ini selalu kontra dengan pemerintahan Jokowi.
“Semua itu akan bergantung pada basis kebutuhan penciptaan stabilitas politik dan pemerintahan di fase awal transisi kekuasaan Prabowo ke depan,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Sebagaimana diketahui, pasangan Prabowo-Gibran unggul dalam Pilpres 2024 menurut hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga. Hasil hitung cepat Litbang Kompas pada Selasa (20/2/2024) pukul 00.17 WIB misalnya, memperlihatkan perolehan suara Prabowo-Gibran mencapai 58,47 persen.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 2 itu didukung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Sementara, capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendulang 25,23 persen suara. Pasangan ini didukung oleh Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Ummat.
Selanjutnya, pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendapat 16,30 persen suara. Capres-cawapres ini didukung oleh PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Perindo.
Sementara, masih menurut quick count Litbang Kompas pada Selasa (20/2/2024) pukul 11.24 WIB, PDI-P unggul pada pemilu legislatif dengan perolehan suara 16,31 persen. Selanjutnya, mengekor Partai Golkar dengan 14,65 persen, dan Partai Gerindra dengan 13,48 persen.
Akan tetapi, quick count bukanlah hasil resmi pemilu. Menurut Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari, penetapan hasil rekapitulasi suara dilakukan paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara Pemilu 2024.
Oleh karena pemungutan suara digelar secara serentak pada 14 Februari 2024, penetapan rekapitulasi suara nasional dilakukan paling lambat pada 20 Maret 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/20/12545561/suara-gerindra-hanya-13-persen-prabowo-punya-pr-besar-jaga-stabilitas