Menurutnya, praktik tersebut justru membuat tatanan hukum di Indonesia hancur.
"Ya (tatanan hukum hancur), kami menengarai terjadi penggunaan hukum sebagai alat, bukan untuk social engineering, tetapi political engineering," kata Tuti, sapaannya, dalam "Satu Meja The Forum", dikutip dari Kompas TV, Kamis (8/2/2024).
Tuti pun mencontohkan penyimpangan praktik tersebut seperti yang terjadi dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Keputusan tersebut menjadi pembuka jalan bagi putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto yang sebelumnya sempat terganjal usia.
Keputusan tersebut lantas menuai kritik tajam dari masyarakat luas lantaran Jokowi dianggap tengah membangun dinasti politik dengan menjadikan Gibran sebagai cawapres.
Tuti menyebut semua akademisi fakultas hukum di Tanah Air tak ada yang mengira bahwa MK akan menghasilkan keputusan kontroversial.
"Awalnya tidak ada satu pun orang di fakultas hukum yang proses ada di MK bisa menghasilkan seperti itu," ujar Tuti.
Dari putusan itu, Tuti melihat bahwa hukum di era pemerintahan Jokowi seolah tidak ada kaitannya dengan etika.
Dalam praktiknya selama ini, etika seakan-akan tidak ada lagi apabila sebuah putusan sudah sesuai hukum. Padahal, prinsip etika menjadi hal yang sangat krusial dalam tatanan hukum di Indonesia.
https://nasional.kompas.com/read/2024/02/08/11054361/guru-besar-ui-sebut-hukum-era-jokowi-jadi-alat-political-engineering-bukan