JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan, pihaknya sejauh ini belum akan menempuh langkah hukum menyusul pernyataan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo soal dugaan intervensi kasus e-KTP oleh Presiden Joko Widodo.
Menurut Ari, Presiden Jokowi sudah memberikan penjelasan secara lengkap terkait tudingan Agus tersebut, sehingga langkah hukum belum diperlukan.
"Presiden kan sudah menjelaskan kemarin ya sangat gamblang apa yang beliau sampaikan. Saya kira itu sudah disampaikan kepada masyarakat apa yang jadi concern beliau, apa yang jadi pernyataan beliau itu sudah disampaikan secara terbuka," ujar Ari di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (6/12/2023).
"Sampai saat ini belum ada (rencana menempuh langkah hukum)," tegasnya.
Saat ditanya lebih lanjut apakah tidak takut situasinya menjadi seperti saling membantah antara pihak Istana dengan sejumlah orang, Ari menyatakan hal itu jadi bentuk pembelajaran untuk masyarakat.
Ia berpesan agar masyarakat jangan mengambil informasi secara sepihak saja.
"Ini kan edukasi juga pada masyarakat ya supaya jangan ambil informasi sepihak. Dan itu sudah kemarin disampaikan secara jelas oleh Bapak Presiden," tutur Ari.
"Apa yang beliau sampaikan itu menurut saya sesuatu yang sudah clear," tambahnya.
Sebelumnya dugaan intervensi dalam kasus e-KTP diungkapkan Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo.
Agus mengaku pernah dipanggil Presiden Jokowi pada 2017 dan diminta untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov).
Adapun Setnov saat itu menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, salah satu parpol pendukung Jokowi.
Saat itu, Agus merasa heran karena biasanya presiden memanggil lima pimpinan KPK sekaligus.
Ketika memasuki ruang pertemuan, Agus mendapati Jokowi sudah marah. Setelah duduk ia baru memahami bahwa Jokowi meminta kasus yang menjerat Setnov disetop KPK.
Namun, Agus menolak perintah Jokowi. Sebab, Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e KTP dengan dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Menanggapi itu, Pesiden Jokowi mengaku telah memerintahkan Sekretariat Negara (Setneg) untuk mengecek apakah pernah ada pertemuan dengan Agus pada 2017 lalu.
Dari hasil penelusuran Setneg, tidak ditemukan agenda pertemuan seperti yang dijelaskan oleh Agus.
"Saya suruh cek, saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg enggak ada. Agenda yang di Setneg enggak ada. Tolong dicek lagi saja," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Kepala Negara pun meminta publik melihat kembali pemberitaan pada November 2017 lalu.
Pada saat itu, dirinya telah meminta agar Setnov menjalani proses hukum yang ada.
"Ini, yang pertama coba dilihat. Dilihat di berita-berita tahun 2017 di bulan November, saya sampaikan saat itu Pak Novanto, Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas. Berita itu ada semuanya," tegasnya.
Kemudian, proses hukum terhadap Setnov terus berjalan. Setnov juga telah divonis hukuman penjara 15 tahun.
Oleh karenanya, Kepala Negara mempertanyakan untuk apa persolan peristiwa enam tahun lalu diungkap kembali.
"Terus untuk apa diramaikan itu? Kepentingan apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa?" tegasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/12/06/15251321/istana-belum-berencana-tempuh-langkah-hukum-terkait-pernyataan-agus-rahardjo