Salin Artikel

Alex dan Saut Juga Mendengar Cerita Agus Dimarahi dan Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Setnov

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander marwata mengaku pernah mendapatkan cerita dari Agus Rahardjo yang dimarahi dan diperintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Agus sebelumnya mengaku dipanggil dan diminta Jokowi pada kurun 2017 untuk menghentikan kasus megakorupsi e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto (Setnov).

Adapun Alex merupakan Wakil Ketua KPK yang menjabat pada 2015-2019 dan 2019-2024.

“Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan,” kata Alex saat dihubungi, Jumat (1/12/2023).

Mendengar cerita Agus, pimpinan KPK lainnya saat itu pun ikut menolak permintaan tersebut karena Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP yang menetapkan tersangka Setnov sudah ditandatangani.

Di sisi lain, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan karena tidak memiliki mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada saat itu.

“KPK juga sudah mengumumkan tersangka,” tutur Alex.

Terpisah, Wakil Ketua KPK era Agus Rahardjo, Saut Situmorang juga mengungkapkan hal yang sama.

Saut mengaku mendengar cerita Agus bahwa dirinya dimarahi dan diperintah Jokowi untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setnov pada 13 September 2019.

Saat itu, tiga pimpinan KPK, ia, Agus, dan Laode M Syarif, hendak menggelar konferensi pers menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada presiden di tengah huru hara revisi UU KPK.

“Aku jujur aku ingat benar Pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin (3 minggu setelah Setnov tersangka), saya dimarahi (presiden), 'hentikan' kalimatnya begitu,” kata Saut saat dihubungi, Jumat (1/12/2023).

Sebelumnya, Agus mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

Pengakuan itu Agus kemukakan dalam wawancara khusus dengan Rosi di Kompas TV, Kamis (30/11/2023).

Saat itu, Agus diminta menghadap sendirian dan mendapati Presiden Jokowi di dalam ruangan sudah marah dan melontarkan kalimat perintah “hentikan!”.

Di ruangan itu, Jokowi ditemani Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” tutur Agus.

“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” lanjut Agus.

Namun, Agus tidak mau memenuhi perintah Presiden Jokowi karena Surat Perintah penyidikan (Sprindik) telah ditandatangani tiga minggu sebelumnya.

Di sisi lain, saat itu di KPK juga tidak ada mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Beberapa waktu kemudian, UU KPK direvisi. Salah satu poin revisi itu adalah keberadaan ketentuan mengenai SP3.

“Itu salah satu yang setelah kejadian revisi UU KPK kemudian menjadi perenungan saya, oh ternyata (penguasa) pengin KPK itu bisa diperintah-perintah,” jelas Agus.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana tidak menjawab secara tegas apakah Presiden Jokowi memang pernah memerintahkan Agus menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setya Novanto pada 2017.

Ia hanya meminta publik untuk melihat proses hukum Setya Novanto yang terus berjalan sampai tingkat pengadilan hingga ia mendapat vonis 15 tahun penjara pada April 2018.

"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," kata Ari kepada Kompas.com, Jumat (1/12/2023).

https://nasional.kompas.com/read/2023/12/01/17095671/alex-dan-saut-juga-mendengar-cerita-agus-dimarahi-dan-diperintah-jokowi

Terkini Lainnya

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Nasional
Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Nasional
Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke