JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Busyro Muqoddas mendesak agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusut tuntas dugaan tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memasok senjata api ke junta militer Myanmar.
Ia juga meminta Komnas HAM melakukan investigasi terkait pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh para pemasok senjata untuk junta militer Myanmar.
"Kami mendesak Komnas HAM RI untuk melakukan investigasi dan pemeriksaan terhadap dugaan kuat pelanggaran HAM berat berupa kejahatan kemanusiaan dan/atau kejahatan Genosida yang dilakukan oleh orang-orang junta militer Myanmar dan suplai senjata yang terjadi," ujar Busyro melalui keterangan tertulis, Kamis (12/10/2023).
Ia mengatakan, kejahatan kemanusiaan yang dilakukan junta militer Myanmar harus direspons oleh pemerintah Indonesia dan komunitas internasional.
Menurut Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, respons terhadap kejatahan HAM junta militer Myamnmar adalah kewajiban dan tanggung jawab setiap negara.
"Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia tentu memiliki konsen yang serius terhadap tragedi kemanusiaan di Myanmar (dan) mendesak pemerintah Indonesia utuk menunjukkan tanggung jawab," ucapnya.
Sebagai informasi, dikutip Reuters, para penggiat HAM mendesak Indonesia untuk menyelidiki dugaan penjualan senjata oleh tiga perusahaan BUMN ke Myanmar.
Tiga BUMN tersebut adalah PT Pindad, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).
Sejumlah penggiat HAM melalui kuasa hukumnya, Feri Amsari, bahkan telah mengadu ke Komnas HAM terkait dugaan tersebut, pada Senin (2/10/2023).
Menurut mereka, desakan diperlukan mengingat Indonesia telah berusaha mendorong rekonsiliasi untuk Myanmar.
Organisasi yang mengajukan pengaduan tersebut mencakup dua organisasi Myanmar, yaitu Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan jaksa agung dan aktivis HAM Indonesia Marzuki Darusman.
Dalam pengaduannya, mereka menuduh tiga BUMN yang merupakan produsen senjata telah memasok peralatan ke Myanmar melalui perusahaan Myanmar bernama True North.
Menurut mereka, perusahaan ini dimiliki oleh putra seorang menteri di Myanmar. Para aktivis mengatakan, Myanmar telah membeli berbagai barang dari perusahaan tersebut, termasuk pistol, senapan serbu, dan kendaraan tempur.
Pelapor khusus PBB untuk Myanmar pada Mei lalu sempat melaporkan, militer Myanmar telah mengimpor senjata dan material terkait senilai setidaknya 1 miliar dollar AS sejak kudeta, sebagian besar dari Rusia, China, Singapura, Thailand, dan India.
Diketahui, situasi di Myanmar menjadi tidak kondusif usai junta militer mengkudeta pemerintahan pada 1 Februari 2021.
Junta militer menculik Presiden Myanmar Win Myint hingga penasihat negara sekaligus ketua Partai Liga Demokrasi Nasional (NLD) Aung San Suu Kyi.
Karena kudeta tersebut, warga di Myanmar akhirnya melakukan demo besar-besaran menolak junta militer. Namun, junta militer menggunakan kekerasan untuk melawan warga.
Bantahan
Holding perusahaan pelat merah di bidang pertahanan, Defend ID, menyatakan tidak pernah menjual senjata atau alat peralatan pertahanan dan keamanan ke junta militer.
Defend ID merupakan induk perusahaan, menaungi PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia yang dilaporkan ke Komnas HAM karena disebut menjual menjual senjata ke Myanmar.
“Dapat kami sampaikan bahwa tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari perusahaan tersebut ke Myanmar,” kata Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Holding Defend ID, Bobby Rasyidin, dalam keterangan pers, Rabu (4/10/2023).
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/12/18415351/pp-muhammadiyah-desak-komnas-ham-usut-dugaan-3-bumn-pasok-senjata-ke-junta