Salin Artikel

Tak Beri Kepastian, 2 Komisioner Komnas HAM Diteriaki Massa Aksi Kasus Munir

Mereka berdiri di depan massa aksi peringatan 19 tahun peristiwa pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Talib.

Mulanya, Hari Kurniawan menyampaikan terima kasih kepada massa aksi yang merupakan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum).

Ia juga memberikan pernyataan terkait upaya Komnas HAM untuk menetapkan kasus Munir tersebut sebagai pelanggaran HAM berat.

"Tim Ad Hoc sudah terbentuk, dan kami saat ini sedang melakukan pengumpulan alat bukti, listing saksi dan ahli yang akan kita periksa," katanya.

Sedangkan Anis menegaskan proses penyelidikan kasus tersebut menggunakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM untuk menentukan apakah terjadi pelanggaran HAM berat.

Dia juga menyebut Komnas HAM berupaya sungguh-sungguh agar kasus tersebut bisa selesai dengan proses yang akuntabel.

"Dan tentu tidak ada satu pihak manapun yang bisa menekan kami, yang bisa menghalang-halangi kami untuk mengungkapkan satu kebenaran," imbuh dia.

Setelah itu, Komnas HAM dihujani pertanyaan oleh para peserta aksi, termasuk mempertanyakan dasar proses penyelidikan yang digunakan untuk kasus Munir itu.

Anis Hidayah menyebut penyelidikan akan berjalan sesuai dengan Undang-Undang Pengadilan HAM, tetapi apakah hasilnya sesuai harapan akan ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, dia meminta untuk menunggu proses akhirnya.

"Karena jawabannya selalui itu akan menyelidiki dan sebagai pelanggaran HAM berat tapi tahun demi tahun berlalu. Kapan kira-kira Komnas HAM akan menetapkan atau mengumumkan karena tadi masih ada kemungkinan kasus ini tidak jadi pelanggaran HAM berat," tanya salah satu peserta aksi.

Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan menjawab dengan menyebut akan berusaha semaksimal mungkin dan secepat mungkin menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Jawaban Hari Kurniawan mendapat sorakan dan teriakan dari peserta aksi, menyebut Komnas HAM berlindung di balik kalimat normatif.

"Normatif! bubar aja!" teriak massa aksi.

"Jangan bohong lagi!" teriakan kembali terdengar.

Dialog dengan Komisioner Komnas HAM berjemur di bawah terik matahari itu kurang lebih berlangsung selama 20 menit, kemudian Anis dan Hari kembali masuk ke dalam Kantor Komnas HAM setelah mendapat sorakan.

Peristiwa pembunuhan Munir

Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.

Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan. Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/09/07/18382711/tak-beri-kepastian-2-komisioner-komnas-ham-diteriaki-massa-aksi-kasus-munir

Terkini Lainnya

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke