JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho menilai, alasan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman Ferdy Sambo dari vonis mati menjadi pidana penjara seumur hidup tak masuk akal.
Dalam pertimbangannya, hakim mengurangi hukuman Sambo karena mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu dinilai berjasa mengabdi selama puluhan tahun di institusi Bhayangkara.
“Menurut saya tidak masuk akal alasannya pengabdian Ferdy Sambo 30 tahun,” kata Hibnu kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2023).
Menurut Hibnu, pertimbangan Hakim MA tersebut tak relevan dengan tindak pidana yang diperbuat oleh Sambo.
Sambo terbukti menjadi otak dari pembunuhan berencana terhadap anak buahnya sendiri, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Kejahatan itu dianggap tak berhubungan dengan statusnya sebagai perwira tinggi Polri.
Memang, kata Hibnu, dalam hukum, dikenal istilah delik propia yang merujuk pada kejahatan terkait jabatan yang diemban oleh pelaku. Namun, situasi ini tak tergambar dalam kasus Sambo.
“Ini kan tidak, ini kan pembunuhan berencana, bukan delik jabatan, bukan delik propia, ini adalah pembunuhan yang dilakukan seorang jendral kepada anak buahnya. Artinya kan tidak ada tupoksi membunuh anak buah, enggak relevan,” jelas Hibnu.
Sementara, terkait pertimbangan hakim yang menyebut bahwa Sambo sudah mengakui perbuatannya dan siap bertanggung jawab, Hibnu juga tak setuju.
Menurut dia, pengakuan atas kesalahan dan kemauan untuk bertanggung jawab merupakan keharusan pelaku tindak pidana, sehingga tak bisa digunakan sebagai dalih meringankan hukuman.
“Harus bertanggung jawab atas perbuatannya, hal yang umum yang tidak perlu dibuktikan,” ujar Hibnu.
Hibnu pun yakin, ke depan, Sambo dan tiga pelaku lainnya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua masih akan berupaya mencari keringanan hukuman. Para terpidana dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
“Ibaratnya gambling pun juga bisa dikabulkan, jadi siapa tahu ada angin segar, pasti mengajukan PK,” tutur Hibnu.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis mati Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hukuman mantan jenderal bintang dua Polri itu dianulir menjadi penjara seumur hidup. Dalam putusannya, Majelis Hakim MA mempertimbangkan pengabdian Sambo selama puluhan tahun di institusi Polri.
“Karena bagaimanapun terdakwa saat menjabat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai Kadiv Propam pernah berjasa kepada negara dengan berkontribusi ikut menjaga ketertiban dan keamanan serta menegakkan hukum di Tanah Air,” demikian pertimbangan hakim dalam salinan putusan yang diterima Kompas.com, Senin (28/3/2023).
“Terdakwa telah mengabdi sebagai anggota Polri kurang lebih 30 tahun,” lanjut pertimbangan hakim.
Tak hanya itu, oleh hakim, Sambo juga disebut telah mengakui kesalahannya dan siap bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan.
“Sehingga selaras dengan tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan rasa penyesalan bagu pelaku tindak pidana,” sebut hakim.
Tak hanya Sambo, hukuman tiga pelaku lainnya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua juga didiskon oleh Hakim MA.
Melalui putusan kasasi, MA meringankan hukuman istri Sambo, Putri Candrawathi, dari 20 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Lalu, asisten rumah tangga (ART) Sambo dan Putri, Kuat Ma’ruf, hukumannya dikorting dari 15 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Sedangkan hukuman mantan ajudan Sambo, Bripka Ricky Rizal, dipangkas dari penjara 13 tahun menjadi 8 tahun.
Sambo dkk diadili oleh lima Hakim MA yakni Hakim Agung Suhadi sebagai Ketua Majelis, bersama empat anggotanya yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana. Putusan MA tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi pada Selasa (8/8/2023) sore.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/30/05450021/ferdy-sambo-batal-dihukum-mati-alasan-ma-dinilai-tak-masuk-akal